Politikus Partai Demokrat Sebut Aktivitas Pribadi Presiden di Istana Negara Tidak Dilarang
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Demokrat Rachland Nashidik mengatakan, aktivitas pribadi presiden di Istana Negara tidak di larang.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Dewan Pertimbangan DPP Partai Demokrat Rachland Nashidik mengatakan, aktivitas pribadi presiden di Istana Negara tidak di larang.
Menurutnya, menjadi presiden adalah pekerjaan 24 jam sehari.
Oleh karena itu, Negara memberi rumah bagi presiden, yakni dalam Istana Negara.
"Maka, aktivitas pribadi presiden di Istana Negara pada dasarnya tidak dilarang. Termasuk ke dalamnya, menyelenggarakan akad nikah atau resepsi pernikahan keluarga presiden, baik untuk dirinya sendiri maupun anggota keluarganya," kata Rachland, dalam keterangan pers tertulis, Rabu (10/5/2023).
Rachland kemudian memberikan contoh serupa yang terjadi dalam sejarah White House.
"Sudah pernah diselenggarakan 19 kali akad nikah dan 4 kali resepsi pernikahan keluarga presiden. Terbaru, pada November 2022, Presiden Joe Biden menyelenggarakan pernikahan cucunya di Istana Kepresidenan Amerika Serikat itu," ucapnya.
"Dengan kata lain, publik Amerika tidak memandang kejadian itu sebagai pelanggaran etika politik," sambungnya.
Melalui penjelasannya itu, Rachland mengatakan, problematik dari sisi etika politik, bukanlah soal kegiatan pribadi presiden di dalam Istana Negara.
Ia kemudian membandingkan jika hal sebaliknya terjadi, yakni menyelenggarakan kegiatan negara atau pemerintahan di rumah pribadi Presiden.
Terkait hal itu, Rachland mengajak publik untuk kembali ke masa Orde Baru, dimana, Presiden Soeharto kerap membicarakan, mengambil, dan mengumumkan kebijakan pemerintah di rumah pribadinya di Jalan Cendana.
"Presiden Soeharto membuat rumah pribadinya seolah Istana Negara, cerminan kegagalannya memisahkan kegiatan pribadi dari kegiatan jabatan sebagai Presiden atau kepala negara," ucapnya.
"Tapi, perlu diingat, kritik ini tidak menyebut ke dalamnya kegiatan Soeharto di Jalan Cendana selaku Ketua Dewan Pembina Golkar, yang jauh lebih berkuasa dari Ketua Umum Golkar," lanjutnya.
Lebih lanjut, Rachland memandang, kegiatan politik yang dilakukan di kediaman pribadi presiden atau tempat lain yang bukan bagian dari fasilitas negara, tidak terasa problematik.
Adapun, katanya, problem sungguh terasa dari sisi etika politik, jika presiden menggunakan otoritas negara dan fasilitasnyan untuk kegiatan politik partisan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.