Kompolnas Sebut Teddy Minahasa Patut Divonis Hukuman Mati Sesuai Tuntutan Jaksa, Ini Alasannya
Diketahui hakim memvonis Teddy dengan pidana penjara seumur hidup. Sedangkan tuntutan jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman mati bagi Teddy.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Willem Jonata
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyebut eks Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa patut dijatuhi hukuman maksimal dalam perkara jual beli narkoba jenis sabu-sabu, yang berasal dari barang bukti sitaan hukum kepolisian.
Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto mengatakan respons publik yang diwakili oleh pengunjung sidang saat pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta barat menunjukkan ketidakpuasan atas vonis hakim yang lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Diketahui hakim memvonis Teddy dengan pidana penjara seumur hidup. Sedangkan tuntutan jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman mati bagi Teddy.
"Namun respons publik yang diwakili oleh pengunjung itu menunjukkan bahwa mereka tidak puas dengan teriakan seperti itu," kata Benny dalam tayangan Kompas TV, Kamis (11/5/2023).
Baca juga: Makna Senyum Teddy Minahasa Usai Dijatuhi Vonis Penjara Seumur Hidup, Sudah Tahu Bakal Dikerjai
"Dalam kaitan ini kalau kami dari Kompolnas melihat bahwa sanksi terberat patut dijatuhkan," kata Benny.
Menurut Benny, sanksi maksimal patut dijatuhkan kepada Teddy lantaran ia merupakan perwira tinggi Polri, punya pangkat bintang dua, dan menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat yang sepatutnya memberi contoh baik, tapi justru secara serius terlibat menyuruh menjual barang bukti sabu.
"Pertimbangannya pertama yang bersangkutan perwira tinggi, bintang dua, Kapolda, yang harusnya memberi contoh, yang harusnya menindak kasus narkoba secara serius malah justru menyuruh menjual, ini tentunya fatal," jelasnya.
Selain itu, penjatuhan pidana maksimal lantaran selama proses persidangan terungkap bahwa Teddy terbukti mengingkari perbuatannya, menyalahkan anak buah, hingga mengatur skenario untuk mengkambing hitamkan pihak lain untuk dikorbankan, semata demi dirinya bisa lolos jeratan hukuman terberat.
Menurut Benny hal tersebut sudah cukup bagi hakim sebagai pertimbangan yang memberatkan.
"Kedua, selama proses persidangan, secara terbuka publik bisa mengikuti, publik cerdas bagaimana dia lepas tanggung jawab, mengingkari perbuatannya, menyalahkan anak buahnya, bahkan mengatur skenario untuk ada pihak yang dikorbankan. Ini tentu menjadi faktor memberatkan," tutur Benny.
Baca juga: Keluarga Disebut Shock dan Tak Terima Teddy Minahasa Divonis Penjara Seumur Hidup
Sebagai informasi majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada mantan Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa dalam kasus peredaran narkotika jenis sabu.
Vonis ini diketahui lebih ringan ketimbang tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut Teddy pidana mati.
Hakim menyatakan Teddy Minahasa bersalah melakukan perbuatan jual-beli narkotika jenis sabu.
Hakim menyimpulkan bahwa Teddy terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
Adapun keadaan yang memberatkan hukuman bagi Teddy Minahasa yakni yang bersangkutan tidak mengakui perbuatannya, menyangkal perbuatannya di hadapan penyidik, serta menikmati keuntungan dari hasil perbuatannya.
Selain itu terdakwa Teddy Minahasa juga merupakan anggota Polri yang punya jabatan Kapolda Sumatera Barat. Sebagai seorang penegak hukum, terdakwa semestinya melakukan penegakan hukum, tapi justru melibatkan diri dan memanfaatkan jabatannya untuk praktik jual beli narkotika.
Perbuatan Teddy juga dinilai telah merusak nama baik institusi Bhayangkara, dan telah mengkhianati perintah presiden terkait penegakan hukum dan peredaran narkotika.
"Keadaan memberatkan, terdakwa tidak mengakui perbuatannya, terdakwa menyangkal perbuatannya dan penyidik dalam memberikan keterangan, terdakwa menikmati keuntungan dari hasil perbuatannya," kata Hakim Ketua Jon Sarman Saragih membacakan pertimbangan hukum.