Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

KPK Tetapkan Dirut dan Dirkeu BUMN PT Amarta Karya Tersangka Korupsi Subkontraktor Fiktif

Keduanya dijerat dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pengadaan subkontraktor fiktif di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Erik S
zoom-in KPK Tetapkan Dirut dan Dirkeu BUMN PT Amarta Karya Tersangka Korupsi Subkontraktor Fiktif
Tribunnews/Ilham Rian Pratama
KPK menetapkan Dirut PT Amarta Karya, Catur Prabowo dan Dirkeu PT Amarta Karya, Trisna Sutisna sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait proyek pengadaan subkontraktor fiktif, Gedung Juang KPK, Jakarta, Kamis (11/5/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Amarta Karya (Persero), Catur Prabowo dan Direktur Keuangan (Dirkeu) Amarta Karya, Trisna Sutisna sebagai tersangka.

Keduanya dijerat dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pengadaan subkontraktor fiktif di perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut. 

Baca juga: Hasbi Hasan, Sekretaris Mahkamah Agung Kedua Setelah Nurhadi yang Dijerat KPK

"Ditemukan adanya kecukupan alat bukti untuk dinaikkan pada tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan 2 pihak sebagai tersangka," kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak saat jumpa pers di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Kamis (11/5/2023).

Untuk kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan Trisna Sutisna untuk 20 hari pertama, dimulai 11 Mei 2023 hingga 30 Mei 2023 di cabang Rutan KPK pada Markas Komando Puspomal, Jakarta Utara.

Sementara, KPK belum menahan Catur Prabowo lantaran yang bersangkutan mengaku sedang sakit ketika dipanggil pada hari ini. KPK mengultimatum Catur agar kooperatif di pemanggilan berikutnya.

"KPK mengingatkan tersangka CP (Catur Prabowo, Red) agar hadir di penjadwalan pemanggilan berikutnya dari tim penyidik," kata Johanis.

Berita Rekomendasi

Konstruksi Perkara Rugikan Negara Rp46 Miliar

Johanis menerangkan, berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN di bulan Oktober 2020, Catur Prabowo diangkat sebagai Direktur Utama PT Amarta Karya dan Trisna Sutisna juga diangkat sebagai Direktur Keuangan PT Amarta Karya.

Baca juga: KPK Periksa Eks Dirut Amarta Karya Catur Prabowo

Berlanjut, sekira tahun 2017, Catur memerintahkan Trisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan bagi kebutuhan pribadi Catur.

"Untuk merealisasikan perintah tersebut, nantinya sumber uang diambil dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT AK Persero," ungkap Johanis.

Singkat cerita, Trisna bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV yang digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari perusahaan pelat merah tersebut tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya (fiktif).

Baca juga: Kasus Korupsi Proyek di BUMN Amarta Karya, KPK Periksa Seorang Konsultan

Kemudian di tahun 2018, dibentuklah beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya dan hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan Catur dan Trisna.

Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, Catur selalu memberikan disposisi “lanjutkan” dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani Trisna.

"Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang oleh staf bagian akuntansi PT AK Persero yang menjadi orang kepercayaan dari tersangka CP dan tersangka TS (Trisna Sutisna, Red) agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan tersangka CP," jelas Johanis.

KPK menduga ada sekira 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna, di antaranya sebagai berikut:

Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi Proyek Amarta Karya, KPK Periksa Staf Utama Kemenhub

1. Pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, Jakarta Timur

2. Pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta

3. Pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjadjaran

Johanis mengatakan, uang yang diterima Catur dan Trisna kemudian diduga antara lain digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf, dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya.

Baca juga: Korupsi Proyek di Amarta Karya, KPK Dalami Aliran Uang Terkait Pembentukan Subkontraktor Fiktif

Perbuatan Catur dan Trisna melanggar ketentuan di antaranya:

1. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

2. Peraturan Menteri BUMN PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN

3. Prosedur PT Amarta Karya tentang pengadaan barang dan jasa di lingkungan internal PT Amarta Karya

"Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp46 miliar. Saat ini tim penyidik masih terus menelusuri adanya penerimaan uang maupun aliran sejumlah uang ke berbagai pihak terkait lainnya," kata Johanis.

Atas perbuatannya, Catur dan Trisna disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas