Jejak Forkot Saat Reformasi 98: Gunakan Ambulans Rongsok dan Ganti Nama Mahasiswa di IGD
Persatuan Nasional Aktivis (PENA) 98 dan Forum Kota (Forkot) menggelar diskusi interaktif 25 tahun reformasi di Universitas Kristen Indonesia (UKI),
Penulis: Erik S
Editor: Wahyu Aji
Laporan Wartawan Tribunnews, Erik Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persatuan Nasional Aktivis (PENA) 98 dan Forum Kota (Forkot) menggelar diskusi interaktif 25 tahun reformasi di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta, Jumat (12/5/2023).
Diskusi tersebut sebagai bentuk merawat ingatan bagaimana pergerakan mahasiswa dalam menggulingkan Presiden Soeharto.
Lengsernya Soeharto dari tampuk kekuasaannya, membuka keran demokrasi yang begitu deras.
Di antaranya, kehidupan politik menjadi multipartai. Di mana partai yang tadinya dibatasi hanya tiga, kini menjadi banyak. Selain itu, kebebasan pers dijamin.
Sebelumnya pers, pemberitaannya didikte Soeharto, yang hanya memuat pemberitaan pemerintah Soeharto, kini pers menjadi banyak dan bebas. Bahkan media sosial berkembang pesat, menuju masyarakat yang terbuka.
Siapapun, bisa mengakses media dengan mudah, bahkan siapapun bisa mengkritisi kinerja pejabat dan pemerintah ketika tidak melakukan kerja yang sesuai aturan.
Di lain hal, jatuhnya rezim Soeharto juga menjamin rakyat berorganisasi dan berkumpul. Serikat buruh terbentuk dan berkembang pesat. Serikat tani, nelayan, serta organisasi mahasiswa berkembang bak jamur yang bertumbuhan selepas hujan.
Tiga fenomena di atas menunjukkan bahwa kehidupan demokrasi membaik pasca rezim Soeharto tumbang.
Perjuangan reformasi yang dilakukan mahasiswa dan rakyat dengan keringat, darah, airmata, serta nyawa, hasilnya belum sempurna. Karena kejahatan politik dan HAM di masa rezim Soeharto berkuasa, belum juga diadili seadil-adilnya
Aktivis 98 lainnya, dr Batara Imanuel Sirait berkisah bagaimana mereka berjuang tahun 1996-1998.
Batara adalah mahasiswa FK UKI angkatan 96. Menurut Batara, mahasiswa yang membuat organisasi akan dikenakan UU subversif.
Walau didera ketakutan, Batara mengatakan dia dan teman-temannya justru lebih takut melihat kalau negara lebih hancur.
"Kita nggak ada duit, cuma modal nekat," kata Batar membuka ceritanya dalam Diskusi Interaktif 25 Tahun Reformasi di Gedung Grha William Soeryadjaya UKI, Jumat (12/5/2023).