Sidang Terkait Vaksin Halal di PTUN Jakarta, Ketua ITAGI Dihadirkan Sebagai Saksi Ahli
PTUN Jakarta menggelar persidangan gugatan soal vaksin halal yang diajukan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI), Jumat (19/5/23).
Penulis: Erik S
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Erik Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menggelar persidangan gugatan soal vaksin halal yang diajukan Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI), Jumat (19/5/23).
Agenda persidangan menghadirkan saksi ahli dari pihak Tergugat, Kementerian Kesehatan, yakni Prof Sri Rezeki yang juga ketua Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Gugatan yang tercatat dengan nomor perkara 28/G/2023/PTUN-JKT itu berlangsung alot.
Karena mulai digelar sejak pukul 14.00 WIB hingga berakhir pukul 19.00 WIB.
Prof Sri Rezeki dihadirkan sebagai saksi ahli pihak Kemenkes menjelaskan peranan ITAGI dalam memberikan rekomendasi penentuan jenis vaksin yang kemudian ditetapkan Kemenkes dalam KMK no. HK.01.07/Menkes/1602/2022.
YKMI, didampingi kuasa hukumnya dari Daar Afkar & Co. Lawyers, menggugat KMK tersebut karena Kemenkes masih memasukkan jenis vaksin yang belum bersertifikat halal untuk dipergunakan di Indonesia.
“Itu menyalahi Putusan MA No. 31P/HUM/2022 tanggal 14 April 2022,” tegas Irawan Santoso, SH, kuasa hukum YKMI.
Baca juga: PTUN Jakarta Periksa Saksi Terkait Gugatan YKMI Mengenai Vaksin Halal
Di persidangan, Prof Sri Rezeki mengungkapkan bahwa ITAGI hanya berpatokan pada hal medis dalam menentukan jenis vaksin yang direkomendasikan pada Kemenkes.
“Kami tak pernah memandang soal kehalalannya,” katanya di PTUN Jakarta dalam kesaksiannya secara online.
Selain itu, Prof Sri Rezeki mengetahui bahwa ITAGI tahu perihal adanya Putusan MA tentang kewajiban pemerintah menjamin kehalalan vaksin.
“Sayangnya hal itu tetap diacuhkan dan tidak dianggap,” tambah Irawan lagi.
Persidangan PTUN tersebut menunjukkan peranan besar ITAGI dalam memberi rekomendasi jenis-jenis vaksin kepada Kemenkes.
Dalam kesaksiannya, Sri mengungkapkan bahwa ITAGI memiliki hubungan dengan ITAGI regional se-Asia Tenggara dan merujuk pada hasil penelitian SAGE yang berada di bawah WHO, badan organisasi Kesehatan dunia.
“Ini jelas menunjukkan bahwa pihak Kemenkes belum merujuk sepenuhnya dalam mematuhi Putusan MA yang mewajibkan adanya garansi vaksin halal bagi umat Islam Indonesia,” tegas Irawan lagi.
ITAGI sendiri sejatinya kumpulan Komite Penasehat Ahli Imuninasi Nasional yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 01.07/Menkes/384/2019 tanggal 16 Juli 2019 tentang Komite Ahli Imunisasi Nasional.
Lembaga inilah yang sering jadi rujukan Kemenkes dalam penentuan jenis vaksin yang dipergunakan di Indonesia.
“Harusnya Kemenkes lebih jeli dalam menentukan jenis vaksin dan harus patuh pada Putusan MA,” tukas pengacara asal Medan itu lagi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.