Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Anggota DPR Usulkan Pasal Zat Adiktif di RUU Kesehatan Dihapus untuk Hentikan Polemik

Yahya mengatakan RUU ini belum dapat diajukan untuk dibawa ke rapat Paripurna. Pasalnya belum selesai pembahasan di tingkat Komisi.

Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Anggota DPR Usulkan Pasal Zat Adiktif di RUU Kesehatan Dihapus untuk Hentikan Polemik
TRIBUNNEWS.COM/IST/HO
Anggota Komisi IX DPR RI Yahya Zaini. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi

TRIBUNNEWS.COM JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR RI Yahya Zaini mengusulkan adanya aturan terpisah untuk perihal zat adiktif.

Hal tersebut diungkapkan Yahya terkait pasal zat adiktif yang menyamakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika di Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan terus bermunculan.

Ia juga mengatakan bahwa RUU tersebut masih dalam tahap pembahasan.

"RUU (Kesehatan) ini masih dibahas. Sementara persoalan pasal 154, pasal 156 yang isinya tentang ketentuan lebih lanjut mengenai standarisasi kemasan (produk tembakau) dan peringatan kesehatan belum masuk agenda pembahasan," ujar Yahya melalui keterangan tertulis, Senin (22/5/2023).

Yahya mengatakan RUU ini belum dapat diajukan untuk dibawa ke rapat Paripurna. Pasalnya belum selesai pembahasan di tingkat Komisi.

Menurut dia, DPR khususnya Komisi IX ingin memastikan RUU ini jika disahkan menjadi UU minim polemik. Dengan demikian perlu proses pembahasan yang lebih matang.

BERITA REKOMENDASI

“Karena industri ini sangat membantu keuangan negara dan melibatkan banyak pekerja, kita akan berusaha melakukan pembicaraan dengan teman-teman fraksi yang sejalan agar masalah ini dicabut,” kata Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Baca juga: Pekerja Industri Rokok Minta Pemerintah Lebih Berdaulat dalam Susun Kebijakan Tembakau

Menanggapi hal tersebut, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Benny Wahyudi mengartikan kekuatan hukum industri tembakau dan aktivitas turunannya bersifat kuat dan mengikat.

Artinya produksi dan konsumsi rokok di Indonesia tidak bisa diilegalkan karena didukung dengan izin usaha resmi dan ditambah adanya kontribusi resmi terhadap negara.

Benny menilai tidak ada urgensi untuk memasukkan tembakau dalam satu kategori bersama narkotika dan psikotropika.

“Lahirnya RUU Kesehatan yang ikut mengatur ketat produksi dan penjualan rokok akan membuat IHT semakin tertekan dan justru berpotensi menurunkan kontribusi dan dampak positif yang diberikan dari industri ini,” ungkapnya.


Pasal zat adiktif yang menyamakan tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam RUU Kesehatan menuai polemik dari berbagai pihak.

Dalam pasal zat adiktif tersebut, selain pasal 154 ada pula pasal 156 yang mengatur persoalan standarisasi kemasan produk tembakau, termasuk aturan kemasan, jumlah batangan, dan lainnya, serta peringatan kesehatan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas