Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Febri Diansyah Tidak Mau RUU Perampasan Aset Hanya Jadi Gimmick Politik Belaka

Febri mengungkap alasan adanya potensi RUU Perampasan Aset hanya gimmick politik saja.

Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Febri Diansyah Tidak Mau RUU Perampasan Aset Hanya Jadi Gimmick Politik Belaka
Tribunnews.com/Gita Irawan
Praktisi Hukum Febri Diansyah. Ia menyoroti rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang masih jalan di tempat. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Praktisi Hukum, Febri Diansyah menyoroti rencana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang masih jalan di tempat.

Dia tidak mau regulasi itu hanya menjadi gimmick politik belaka.

"Indonesia membutuhkan RUU perampasan aset dengan terobosan dan metode yang baru ini, namun kita perlu hati-hati, jangan sampai isu soal perampasan aset ini jadi gimmick politik saja," kata Febri di Jakarta, Kamis (25/5/2023).

Febri mengungkap alasan adanya potensi RUU Perampasan Aset hanya gimmick politik saja.

Sebab, Presiden Joko Widodo baru mengirim Surat Presiden (Surpres) Nomor R-22/Pres/05/2023 tentang RUU Perampasan Aset Tindak Pidana ke DPR belakangan ini saja.

Namun, kata Febri, pemerintah seolah terus menagih lembaga legislator mengkaji RUU perampasan aset. Padahal, Surpres baru dikirim terhitung sejak 4 Mei 2023.

Berita Rekomendasi

"Misal kalau teman-teman agak detail memerhatikan, isu perampasan aset ini agak heboh kan mungkin beberapa bulan terakhir di DPR waktu itu. Tapi kalau kita lihat lagi, sebenernya kapan sih pemerintah menyampaikan supres RUU perampasan aset ini? baru-baru beberapa belakangan ini," jelasnya.

"Sebelumnya seolah-olah kapan dong DPR memproses segala macam, menurut saya gak fair, RUU-nya belum disampaikan tapi DPR-nya ditagih, tapi sekarang RUU-nya sudah disampaikan, ada secara resmi, RUU-nya sudah disampaikan wajar kita kemudian menagih ke DPR," sambungnya.

Baca juga: Anggota Komisi III DPR RI Menindak Tegas RUU Perampasan Aset Agar Segera Dibahas dan Disahkan

Tak hanya itu, Febri juga menyoroti transparansi pembahasan RUU Perampasan Aset tersebut. Dia meminta naskah akademi yang terkait regulasi itu dibuka kepada publik.

"Secara resmi harus dibuka ke publik naskah akademik dan rancangan UU terbaru, saya sebut terbaru ya, karena yang kita temukan di website BPHN itu terakhir tahun 2022. Sementara yang diserahkan DPR kan April atau Mei 2023. Jadi RUU terbaru itu perlu dibuka ke publik naskah akademiknya, publik ikut mengawal proses itu, jadwalnya juga harus dibuka ke publik," jelasnya

Lebih lanjut, Febri juga meminta pemerintah dan DPR RI melibatkan publik dalam pembahasan RUU Perampasan Aset tersebut. Termasuk, kalangan akademisi dari sejumlah kampus di Indonesia.

"Di DPR tentu juga perlu pelibatan kampus, pelibatan masyarakat sipil juga yang concern, karena ini kan isu besar sebenarnya bagaiamana aset-aset, isu besar dari perampasan aset ini kan kalau disederhanakan adalah bagaimana aset yang pernah dicuri dikorpusi atau aset-aset yang pernah diambil secara tanpa hak itu dikembalikan kepada masyarakat," tukasnya.

Diberitakan sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej optimis Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bakal dibahas bersama DPR di masa sidang V tahun sidang 2022-2023 yang akan dimulai pada Selasa (16/5/2023).

Hal itu disampaikan Wamenkumham setelah Presiden Joko Widodo mengirim Surat Presiden (Surpres) Nomor R-22/Pres/05/2023 tentang RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana yang telah diterima DPR pada Kamis (4/5/2023).

"Saya optimis RUU ini akan dibahas dan diselesaikan dalam masa sidang DPR berikut yang akan dimulai pada tanggal 16 Mei 2023," kata Eddy Hiariej dalam keterangannya, Rabu (10/5/2023).

Saat ini, kata Wamenkumham, pemerintah tengah menunggu undangan pembahasan RUU itu dari DPR.

Sebab, surpres yang masuk ke DPR harus dibahas melalui Rapat Pimpinan (Rapim) terlebih dulu untuk kemudian dibawa ke Rapat Badan Musyawarah (Bamus).

"Belum dapat dipastikan apakah pembahasan di DPR oleh Komisi III ataukah Badan Legislatif (Baleg)," ujar Eddy Hieriej.

Wamenkumham menjelaskan, RUU Perampasan Aset yang nantinya akan dibahas pemerintah bersama DPR terdiri dari 7 bab dan 68 pasal.

Eddy Hiariej menyebut, RUU yang merupakan inisiatif pemerintah ini dalam pembentukannya melibatkan 7 kementrian dan lembaga.

Seperti, Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).

Kejaksaan Agung, Polri, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga turut terlibat dalam pembentukan RUU inisiatif pemerintah tersebut.

"RUU ini merupakan komitmen pemerintah dan DPR untuk melakukan pemberantasan korupsi yang tidak hanya follow the suspect but follow the money too," papar Wamenkumham.

Kendati demikian, Guru Besar Hukum Pidana UGM ini menekankan, RUU Perampasan Aset tidak hanya berkaitan dengan Tindak pidana korupsi (Tipikor).

RUU ini, kata Wamenkumham, juga akan menjadi undang-undang yang mengatur tentang pengambilalihan atas kepemilikan aset tindak pidana bermotif ekonomi, misalnya korupsi dan narkotika.

"Penting digaris bawahi bahwa RUU Perampasan Aset tidak semata terkait kejahatan korupsi tetapi juga kejahatan lainnya," jelas Eddy Hiariej.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas