Uji Materiil KUHAP, MK Tolak Dalil Pemohon Soal Praperadilan Tak Boleh Digugurkan
Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan dalam perkara pengujian UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap UUD 1945.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menjatuhkan putusan dalam perkara pengujian UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap UUD 1945.
MK menyatakan menolak permohonan pemohon dalam perkara uji materiil KUHAP.
Pemohon sebelumnya mendalilkan ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf d UU 8/1981 sebagaimana putusan MK nomor 102/PUU-XIII/2015 telah menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pemohon untuk menjalankan profesinya sebagai advokat.
Pasalnya kata pemohon, proses permohonan peradilan semestinya tak boleh digugurkan begitu saja meski sebuah perkara sudah mulai diperiksa.
Menurut pemohon proses peradilan harus diselesaikan lebih dulu sebelum atau sesudah berkas perkara dilimpahkan ke pengadilan negeri. Kemudian pengadilan negeri harus menangguhkan dan menunda pemeriksaan terhadap pokok perkara agar proses praperadilan yang sedang berjalan dapat diputus terlebih dulu.
Menurut pemohon putusan MK nomor 102/PUU-XIII/2015 telah bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28I ayat (5) UUD 1945.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan isu konstitusionalitas yang dimohonkan pemohon telah jelas, maka MK tak lagi meminta keterangan pihak-pihak terkait sebagaimana Pasal 54 UU MK.
Mahkamah juga menerangkan bahwa MK sudah pernah memutus perkara pengujian dalil serupa tertanggal 20 Februari 2014, 20 Oktober 2015, 9 November 2016, dan 30 Oktober 2018.
"Oleh karena isu konstitusionalitas yang dipermasalahkan pemohon menurut Mahkamah telah jelas, sehingga tak ada relevansinya lagi untuk meminta keterangan pihak sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 54 UU MK," kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (25/5/2023).
Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul mengatakan substansi permohonan pemohon bertentangan dengan pendirian MK.
Menurut Manahan, jika permohonan pemohon dikabulkan justru menimbulkan ketidakpastian hukum karena fungsi lembaga praperadilan pada dasarnya untuk mengontrol pelaksanaan kewenangan upaya paksa yang dilakukan penyidik dan penuntut umum sebelum perkara diadili di pengadilan.
Baca juga: UU Pemilu Hingga UU IKN Paling Banyak Diuji di MK Sepanjang 2022
"Oleh karena itu pemeriksaan praperadilan dibatasi waktu 7 hari sebagai wujud dari peradilan cepat dengan maksud mendapatkan kepastian hukum," katanya.
Berkenaan dengan hal ini, MK menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman.