SETARA institute Minta Presiden Abaikan Putusan MK Soal Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK
Putusan MK yang mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun dinilai keluar jalur karena seharusnya kewenangan itu dimiliki pembentuk UU
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Eko Sutriyanto
![SETARA institute Minta Presiden Abaikan Putusan MK Soal Perpanjangan Masa Jabatan Pimpinan KPK](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/ismail-hasani-soal-fpi.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Badan Pengurus SETARA Institute dan Dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ismail Hasani menilai penjelasan Juru Bicara MK, Fajar Laksono mengenai putusan perubahan masa jabatan pimpinan KPK merupakan tafsir juru bicara.
Penjelasan mengenai putusan MK bahwa masa kepemimpinan KPK dari yang awalnya empat kini menjadi lima tahun berlaku sejak dibacakan merupakan tafsir bukan bunyi putusan.
"Apa yang disampaikan oleh Juru Bicara MK, Fajar Laksono dengan mengacu pada pertimbangan putusan perkara nomor 112/PUU-XX/2022, bahwa putusan itu mengikat dan berlaku bagi kepemimpinan KPK yang sekarang menjabat, adalah tafsir juru bicara bukan bunyi putusan," kata dia, Jumat, (26/5/2023).
Oleh karena itu menurutnya hal tersebut bisa diabaikan. Terlebih kata dia putusan MK itu tidak sesuai dengan materi yang diuji.
Baca juga: Setara Institute Soroti Revisi UU TNI dan Penambahan Kodam: Kontradiksi dengan Penguatan Pertahanan
"Oleh karena itu bisa diabaikan. Betul bahwa putusan MK final dan mengikat dan berlaku saat diucapkan, tetapi obyek uji materi di MK adalah norma abstrak dan tidak ditujukan untuk menyelesaikan kasus konkret, seperti yang diminta Nurul Gufron. Apalagi sifat putusan ini adalah putusan yang sifatnya non-self executing, yang tidak serta merta berlaku untuk memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK saat ini," katanya.
Menurutnya bila putusan MK No.112/PUU-XX/2022 berlaku untuk periode saat ini, maka MK tidak hanya abai dalam membuat putusan yang harusnya kekuatan eksekutorialnya bersifat progresif (berlaku ke depan), namun juga berpotensi menyebabkan kekacauan, ketidakpastian, dan pertentangan hukum baru.
"Putusan MK yang membentuk norma baru, yakni mengubah masa jabatan dari 4 tahun menjadi 5 tahun, adalah keluar jalur karena itu kewenangan pembentuk UU," katanya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebaiknya kata dia mengabaikan putusan MK ini untuk kepentingan penguatan KPK, meluruskan cara berkonstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan, dan tetap melanjutkan pembentukan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK baru.
Paralel dengan langkah ini, Presiden dan DPR selaku pembentuk UU segera menyelenggarakan agenda legislasi membahas perubahan norma dalam UU KPK yang diujikan tersebut.
"Putusan MK terkait masa jabatan ini akan menimbulkan preseden konstitusional terburuk dalam kehidupan ketatanegaraan Indonesia," pungkasnya.
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan masa kepemimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari yang awalnya empat kini menjadi lima tahun.
Hal itu diputuskan oleh MK pada sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Sejak dibacakan, putusan MK tersebut langsung berlaku. Berarti masa jabatan Pimpinan KPK yang saat ini menjabat dengan masa jabatan empat tahun dan berakhir pada Desember mendatang, langsung diperpanjang.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.