Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Dave Laksono Nilai Neokolonialisme Modern Buat Rakyat di Asia hingga Amerika Latin Kelaparan

Dave Laksono berbicara soal neokolonialisme yang menyebabkan masyarakat menderita, khususnya masyarakat kecil.

Penulis: Reza Deni
Editor: Adi Suhendi
zoom-in Dave Laksono Nilai Neokolonialisme Modern Buat Rakyat di Asia hingga Amerika Latin Kelaparan
Istimewa
Politisi Partai Golkar Dave Laksono dalam Inter-Party Forum of Supporters against Modern Neocolonialism Practices yang diselenggarakan Partai Rusia Bersatu atau United Russia di Rusia. 

Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP Partai Golkar, Dave Laksono menjelaskan sejarah gelap penindasan struktural melalui penjajahan di dunia pada prinsipnya merupakan bagian dari sejarah dominasi dan eksploitasi manusia atas manusia.

Namun, sejarah kolonialisme tersebut tidak kunjung berhenti hingga kini.

Bahkan, belum menemukan titik terangnya hingga saat ini.

Di berbagai penjuru dunia, masih banyak jerit derita dari kaum tertindas mulai dari kaum tani, kaum buruh, nelayan, dan warga miskin kota.

"Penderitaan ini jauh melampaui batas negara, lintas agama, lintas suku bangsa, ras, dan batas geografis. Perang, ketidaksetaraan, kelaparan, rendahnya pendidikan, pengangguran, degradasi lingkungan dan kemiskinan adalah bukti nyata dari dampak penjajahan model baru yang disebut neokolonialisme," kata Dave dalam keterangannya, Senin (5/6/2023).

Sebelumnya, pada acara Inter-Party Forum of Supporters against Modern Neocolonialism Practices yang diselenggarakan Partai Rusia Bersatu atau United Russia di Rusia, Rabu (31/5/2023) lalu, Dave menyampaikan, pada dasarnya bentuk neokolonialsme tidak berbeda jauh dengan bentuk penjajahan baru.

Baca juga: Prabowo Sebut Indonesia Perlu Waspadai Penjajahan Cara Baru Melalui Tekanan Ekonomi

Berita Rekomendasi

Hal itu dikatakan Dave di hadapan Ketua Umum Partai Rusia Bersatu, Dmitry Medvedev

Menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat Kolektif (PPK) Kosgoro 1957 ini via zoom yang secara formal, negara yang bersangkutan bisa independen dan mendapat pengakuan internasional sebagai negara berdaulat dan merdeka.

"Namun dalam praktik, sistem politik, ekonomi, hukum, dan sosial-budaya, serta ilmu pengetahuan dan teknologi didikte oleh pihak negara imperialis negara asing," kata dia

Bahkan, orang yang berada di negara jajahan terkadang tidak merasakan ketika sedang dijajah, tetapi mulai terasa ketika sudah berlangsung lama berada di negara jajahan dan melakukan berbagai tindakan yang merugikan negara bersangkutan, umumnya negara miskin dan berkembang.

Baca juga: Perubahan Masyarakat Indonesia pada Masa Penjajahan Jepang: Aspek Geografi, Ekonomi hingga Budaya

"Selama negara masih terikat dengan negara penjajah maka segala hal yang dilakukan bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk kepentingan negara penjajah," ujar Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar ini.


Neokolonialisme modern ini , dikatakan Anggota Komisi I DPR RI itu, dilahirkan dari rahim kapitalisme, dan imperialisme modern dan lahir dari rahim kapitalisme modern.

Jika dulu kapitalisme kuno hanya berpraktek dengan mode produksi yang menindas hanya dalam skala kecil, maka kapitalisme modern saat ini berpraktek dengan model produksi yang cukup mengerikan.

"Lihatlah betapa masifnya jutaan hektar tanah yang dikuasai untuk perkebunan, betapa banyak dan raksasanya pabrik-pabrik dengan asap mengepul di udara milik investor, lihatlah gedung-gedung pelayan jasa perbankan, asuransi, telekomunikasi yang mencakar ke langit," tegasnya.

Dia menjelaskan, dampak neokolonialisme modern dalam jangka panjang sama mengerikan. Jutaan rakyat di dunia—terutama di kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin—menderita kelaparan, jutaan lain masih dihantui kemiskinan.

Kejadian ini kata dia terus berulang hingga saat ini dengan aktor-aktor penjajahan baru selain negara: perusahaan transnasional raksasa, dan lembaga rejim internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia dan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

"Mereka inilah yang mempromosikan kebijakan dan praktek fundamentalisme pasar, sehingga yang kuat secara kapital dialah yang terus berkuasa. Prakteknya juga dicirikan dengan pelan-pelan mengurangi kedaulatan rakyat dalam negara, sehingga peran negara lemah," tuturnya.

Selanjutnya, Dave menyebut aktor-aktor ini menggunakan peran negara yang lemah untuk membuat regulasi yang bisa menguntungkan mereka.

"Karena itu, saya berharap suara untuk membentuk tatanan dunia baru yang berperikemanusiaan dan berperikeadilan yang bisa dikatakan telah diinisiasi oleh bangsa-bangsa baru dan muda dapat mengubah dunia dari kekejaman penjajahan gaya baru ini," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas