Bantah Minta Saham Freeport, Haris Azhar Tegaskan Minta Bantuan Luhut untuk Masyarakat Adat
Haris Azhar membantah meminta saham Freeport ke Luhut, tetapi ingin meminta bantuan untuk masyarakat adat agar saham dibagikan kepada mereka.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Terdakwa kasus dugaan pencemaran nama baik, aktivis Haris Azhar, membantah meminta saham PT Freeport saat menghubungi Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan.
Ia mengatakan percakapan dengan Luhut terkait meminta bantuan agar memproses saham masyarakat adat yang tinggal di sekitar pertambangan Freeport.
Permintaan itu berkaitan dengan status Haris Azhar sebagai kuasa hukum masyarakat adat tersebut.
Hal ini disampaikannya saat sidang lanjutan kasus dugaan pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Kamis (8/6/2023).
"Soal saya minta saham (Freeport), saya sebetulnya keberatan, bahkan sejak ini dipasang live, HP saya banyak dapat serangan orang ngeledekin saya, saya nggak kenal siapa."
"Tapi intinya, waktu saya hubungi Pak Luhut Binsar Pandjaitan pukul 05.00 WIB-lah pagi, saya minta waktu karena saya sebagai kuasa hukum masyarakat adat," ujar Haris, dikutip dari YouTube Kompas TV.
Baca juga: Luhut Sedih Dijuluki Lord Karena Dinilai Bermakna Negatif: Ngenyek Saya
Haris pun menjelaskan dirinya menghubungi Luhut lantaran menurut sepengetahuannya, yang bersangkutan merupakan sosok yang bertanggung jawab dalam pengalihan saham PT Freeport ke Indonesia.
"Yang saksi bilang betul itu (masyarakat adat) hidup di sekitar wilayah tambang Freeport."
"Kenapa saya hubungi saksi saat itu, karena saksi adalah Menko Marves, yang kurang lebih setelah saya pelajari bertanggung jawab untuk proses saham Freeport ke Indonesia," kata Haris.
Dalam pengakuannya, Haris menegaskan telah melakukan berbagai upaya agar masyarakat adat di sekitar Freeport memperoleh saham.
Namun, ketika menghubungi bupati Mimika, upaya tersebut gagal.
Sehingga, Haris pun berupaya ke tingkatan pemerintah yang lebih tinggi dengan menghubungi Luhut setelah memperoleh izin dari masyarakat adat.
"Saya sebagai kuasa hukum masyarakat adat ketemu situasi bahwa belum ada peraturan daerah untuk memastikan pembagian saham, bukan saya minta saham, saya juga ngerti hukum, dan saya memastikan itu."
"Makanya setelah upaya di level Bupati Mimika nggak berhasil, maka saya bilang ke klien saya 'mari kita datang ke Pak Menko Marves', mereka bilang 'Pak Haris kenal kah?' saya coba informal," papar Haris.
Baca juga: Ditanya Jaksa Soal Punya Bisnis yang Ada Izin Tambangnya di Papua, Luhut: Tidak Punya Sama Sekali
Haris pun turut membenarkan dirinya diterima oleh legal dan staf dari Luhut.
Namun, ia kembali menegaskan pertemuan dirinya dengan Luhut bukan terkait meminta saham Freeport, tetapi membantu berkomunikasi mewakili masyarakat adat.
"Dan betul saya diterima baik Pak Lambog ditemani Pak Jodi, jadi kapasitasnya itu, bukan saya minta saham, itu kan sahamnya BUMN."
"Jadi kalau JPU mencoba mengaitkan hal tersebut untuk seolah membongkar motif, mohon maaf Anda belum beruntung dalilkan saya punya motif seperti itu," tegasnya.
Haris Azhar-Fatia Didakwa Pencemaran Nama Baik
Sebagai informasi, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti didakwa melakukan pencemaran nama baik terhadap Luhut.
Jaksa penuntut umum (JPU) mengatakan informasi soal pencemaran nama baik terhadap Luhut itu disebar Haris Azhar melalui akun YouTube miliknya.
Adapun video yang diunggah tersebut berjudul 'Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!! NgeHAMtam'.
Baca juga: Saat Luhut Tak Terima Disebut Lord dan Penjahat, Pengacara Haris Balik Cecar
Dalam video tersebut, dibahas soal kajian dari Koalisi Bersihkan Indonesia dengan judul 'Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya'.
Pada pembicaraan di video tersebut, terdakwa Fatia merupakan narasumber.
JPU pun mengatakan dalam video tersebut Haris dan Fatia bermaksud untuk mencemarkan nama baik Luhut.
Adapun salah satu kalimat yang disebut mencemarkan nama baik Luhut terkait aktivitas pertambangan di Papua.
Haris pun didakwa dengan Pasal 27 ayat (3) junto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Baca juga: Luhut: Pernyataan Haris Azhar dan Fatia soal Kepemilikan Saham Bukan Kritik tapi Fitnah
Kemudian Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Selanjutnya Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 terang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Terakhir Pasal 310 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara Fatia didakwa semua pasal yang menjerat Haris Azhar. Kecuali Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ashri Fadilla)
Artikel lain terkait Luhut Pandjaitan Vs Haris Azhar