Lawan Gugatan Kewenangan Tangani Korupsi, Kejaksaan Pamer Setor Rp26,4 Triliun ke Negara
Kejaksaan jadi pihak terkait dalam gugatan uji materil UU Kejaksaan dan UU Tindak Pidana Korupsi terkait kewenangan menyidik perkara korupsi
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung dan Persatuan Jaksa Seluruh Indonesia (Persaja) memamerkan sejumlah prestasinya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi saat menyampaikan pandangan sebagai pihak terkait di Mahkamah Konstitusi.
Kejaksaan menjadi pihak terkait dalam gugatan uji materil Undang-Undang Kejaksaan dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi terkait kewenangan menyidik perkara korupsi.
Beberapa di antara yang dipamerkan, yaitu jumlah perkara korupsi yang ditangani sepanjang tahun 2022.
Total ada 1.689 perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan dalam kurun waktu setahun.
"Jauh lebih banyak dari KPK dan Kepolisian yang melakukan penyidikan masing-masing sebanyak 120 dan 138 perkara," ujar kuasa hukuk Kejaksaan dan Persaja, Ichsan Zikry di hadapan Hakim Konstitusi pada Rabu (7/6/2023).
Selain itu, Kejaksaan juga memamerkan total kerugian negara yang berhasil dipulihkan dan disetor ke negara.
Baca juga: Kejaksaan Agung Kembali Periksa Pejabat Antam dan Bea Cukai Terkait Kasus Korupsi Komoditas Emas
Dari 1.689 perkara korupsi yang ditangani, ada Rp 26,4 triliun kerugian negara yang telah disetor Kejaksaan kepada negara.
"Jauh lebih besar darinilai kerugian perkara yang ditangani oleh KPK dan Polri yang berjumlah kurang lebih Rp 3,5 triliun," katanya.
Oleh sebab itu, penanganan korupsi dinilai bakal merugi banyak jika kewenangan penyidikan korupsi dihapus bagi Kejaksaan.
"Dapat dibayangkan berapa banyak kerugian keuangan negara yang gagal diselamatkan dan potensi dugaan tindak pidana korupsi yang tidak dilakukan penindakan," ujarnya.
Sementara secara formil, Kejaksaan menilai bahwa pengajuan gugatan kewenangan penyidikan korupsi ini nebis in idem.
Sebab gugatan serupa sebelumnya telah diajukan pada tahun 2007 dan 2012 dengan nomor 28/PUU-V/2007 dan 16/PUU-X/2012.
"Putusan tersebut secara tegas menyatakan bahwa UUD 1945 tidak melarang kewenangan Jaksa dalam melakukan penyidikan," ujar Reda Manthovani, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang juga Ketua I Persaja dalam keterangannya, Rabu (7n/6/2023).