Jelang Putusan MK soal Sistem Pemilu, Denny Indrayana Singgung Persahabatannya dengan Saldi Isra
Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan perkara uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Kamis (15/6/2023) hari ini.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan perkara uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Kamis (15/6/2023) hari ini.
MK menjadwalkan sidang putusan perkara tersebut digelar pada pukul 09.30 WIB.
Lewat sidang itu, hakim MK akan menentukan apakah sistem pemilu di Indonesia tetap proporsional terbuka atau diubah menjadi proporsional tertutup.
Sambil menunggu putusan MK itu, Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana membagikan cerita di akun media sosialnya Instagram.
Dia memberi judul ceritanya yakni "Four Musketeers".
Four Musketeers merupakan judul film yang pernah populer dari Inggris.
Berkisah mengenai empat pendekar yang berjuang melawan tirani kerajaan.
Baca juga: Saat Jokowi Ajak Ketua MK Ngopi Bareng Jelang Putusan soal Sistem Pemilu Hari Ini
Denny Indrayana mengawali tulisannya soal fokus publik pagi ini yang terarah ke MK, menunggu putusan soal sistem pemilu legislatif.
"Saya ingin berbagi cerita yang lebih ringan, humanis, tapi tidak kalah penting," ujar Denny Indrayana.
"Ini soal persahabatan," ujar Denny menambahkan.
Dia lalu memposting foto kebersamaannya dengan pengamat hukum Dr. Refly Harun dan Dr. Zainal Arifin Mochtar.
"Dulu bukan hanya bertiga, kami sering berempat dengan Prof. Dr. Saldi Isra, sering bersama dalam banyak forum diskusi offline maupun online," ujar Denny.
Menurut dia mereka berempat malah sempat punya grup WA (WhatsApp).
"Kami berempat diikat oleh perhatian pada dua kata kunci yang sama konstitusi dan antikorupsi. Tidak jarang kami menulis kolom di satu harian bersamaan," katanya.
Denny mengaku sempat ikut membaca draft disertasi ketiga sahabatnya itu yakni Prof. Saldi soal proses legislasi, Dr. Refly soal pemilu, dan Dr. Zainal soal komisi independen.
"Sejak Prof. Saldi mengemban amanah sebagai Hakim Konstitusi, kami sudah sangat jarang berkomunikasi, kecuali sekali dua bertukar pesan WA saat lebaran, misalnya," ujar Denny.
Mereka menghormati dan menjaga etika hakim konstitusi yang terbatas bertemu dengan para pihak yang berperkara di MK.
Etika dan integritas itu sangat penting dijaga sehingga persahabatan dan komunikasi kami pun terpaksa "dikorbankan".
Hari ini menurut Kompas.com, setelah putusan dibacakan, Prof. Saldi akan memberikan konferensi pers MK soal pernyataan saya terkait sistem pemilu, yang sempat viral dan mendapat berbagai tanggapan.
"Saya hanya ingin katakan, kehormatan MK harusnya bukan ditentukan oleh satu cuitan saya di social media," katanya.
Menurut Denny kehormatan MK sebenarnya ditentukan oleh MK sendiri, tentu melalui profesionalitas dan kualitas putusannya yang berkeadilan, serta melalui etika moralitas para hakim konstitusi yang berderajat Negarawan.
"Kita simak apa putusan MK hari ini. Satu misteri bagaimana putusan akan terungkap," ujarnya.
Soal misteri lainnya, lanjut Denny, siapa sumber kredibel yang memberikan informasi kemungkinan putusan MK kepadanya.
"Biarkanlah hanya kami dan Tuhan yang tahu," katanya.
MK Akan Gelar Konferensi Pers Usai Sidang
Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menggelar konferensi pers menanggapi pernyataan eks Wamenkumham Denny Indrayana soal informasi terkait MK yang bakal memutuskan sistem pemilu kembali menggunakan proporsional tertutup atau coblos partai.
Konferensi pers ini akan dilangsungkan di Gedung MK, Jakarta, usai sidang pleno pengucapan putusan perkara nomor 114/PUU-XIX/2023, Kamis (15/6/2023).
"Usai sidang pengucapan putusan, Mahkamah Konstitusi akan menggelar konferensi pers menyampaikan sikap dan tanggapan resmi kelembagaan," sebagaimana tertulis dalam rilis MK, Rabu (14/6/2023).
Dalam rilis itu juga dijelaskan, konferesi pers ini dilakukan sebab bagi MK pernyataan Denny berpotensi dan bahkan telah menimbulkan pandangan negatif yang berdampak langsung pada kredibilitas dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap proses persidangan dan putusan MK.
Sebelumnya diberitakan, pria yang kini berprofesi sebagai advokat ini menyebut dirinya mendapatkan informasi kalau MK bakal memutuskan gugatan Nomor 114/PUU-XX/2022 terkait sistem pemilu dengan putusan proporsional tertutup.
Denny menyebut, putusan itu diambil setelah adanya dissenting opinion atau perbedaan pendapat dalam menjatuhkan putusan antara hakim MK.
Dimana jumlah perbandingannya yakni 6 hakim berbanding 3 hakim.
Perihal darimana informasi yang dirinya dapat, Denny tidak membeberkan identitas sosok tersebut. Terpenting kata dia, informasi yang dia terima itu kredibel.
"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi," ucap Denny.
Untuk diketahui, sistem pemilu tertutup diberlakukan sejak masa pemerintahan Presiden Ir. Soekarno pada 1955, serta masa pemerintahan Presiden Soeharto yakni 1971 sampai 1992.
Pada Pemilu 1999 juga masih menggunakan sistem proporsional tertutup. Pun juga Pemilu 2004.
Penerapan sistem proporsional tertutup pun menuai kritik dan dilakukan uji materi ke ke MK pada 2008. Kemudian sejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2019, sistem pemilu beralih menjadi proporsional terbuka.