MK Putuskan Sistem Pemilu Tetap Proporsional Terbuka, Begini Tanggapan Fadli Zon
Fadli Zon, merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan terkait sistem pemilu tetap proporsional terbuka.
Penulis: Igman Ibrahim
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Fadli Zon, merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan terkait sistem pemilu tetap proporsional terbuka.
Fadli Zon menyatakan, meskipun banyak pihak yang sempat mengkhawatirkan independensi dan integritas MK terkait gugatan uji materiil sistem pemilu ini, namun keputusan MK telah meneguhkan sistem proporsional terbuka.
"MK masih konsisten dengan yurisprudensi yang telah dibuatnya bahwa sistem dan teknis pelaksanaan pemilu, baik pemilu legislatif maupun pemilihan presiden, merupakan bagian dari open legal policy, alias ranah pembuat undang-undang. Dalam hal ini, kewenangan untuk memutuskan masalah tersebut merupakan kewenangan dari DPR dan Presiden," kata Fadli Zon kepada wartawan, Kamis (15/6/2023).
Menurut MK, kata Fadli Zon, meskipun terdapat kekurangan dalam sistem pemilu proporsional terbuka, akan tetapi perbaikan dan penyempurnaan dalam penyelenggaraan pemilu dapat dilakukan dalam berbagai aspek.
Di antaranya, kepartaian, budaya politik, kesadaran dan perilaku pemilih, hingga hak dan kebebasan berekspresi. Ia pun menyatakan, keputusan MK itu merupakan kabar gembira bagi demokrasi di Indonesia.
"Ini merupakan berita gembira bagi demokrasi kita terutama membuka ruang partisipasi publik dalam pemilu untuk dipilih dan memilih. Ada beberapa alasan saya kira kenapa putusan MK terkait uji materi sistem pemilu ini pantas diapresiasi dan dipuji oleh publik," ungkap Fadli Zon.
Ia menuturkan bahwa putusan ini lahir ketika indeks kepercayaan publik terhadap MK untuk pertama kalinya dalam sejarah berada di bawah Mahkamah Agung (MA). Padahal, MK dan KPK yang juga lembaga lahir sesudah proses reformasi, biasanya selalu merajai survei kepercayaan publik.
"Namun, belakangan tingkat kepercayaan publik terhadap dua lembaga tadi terus merosot, di bawah lembaga penegakan hukum lainnya," jelasnya.
Itu sebabnya, kata Fadli Zon, di tengah melemahnya tingkat kepercayaan publik, putusan MK yang tetap konsisten menjadikan sistem pemilu sebagai ranah open legal policy patut diapresiasi.
Ia menjelaskan putusan MK ini mengukuhkan pandangan bahwa isu pilihan sistem pemilu, dalam hal ini proporsional terbuka ataupun tertutup, bukanlah termasuk isu konstitusional.
Sebab, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tak pernah mengatur tentang sistem pemilu, apakah bersifat proporsional terbuka atau tertutup.
"Penentuan sistem pemilu merupakan isu teknis, bukan isu konstitusional. Ini ranahnya para pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan pemerintah, bukan ranahnya MK untuk ikut menentukan," bebernya.
Selanjutnya, kata dia, ketika keputusan ini diambil, sebagian tahapan pemilu telah dimulai dan proses administrasi kepemiluan juga sudah berjalan. Jika sampai sistem pemilu diubah di tengah jalan, ini bisa menimbulkan kekacauan politik dan ketatanegaraan.
"Kita bersyukur hal itu tak sampai terjadi. Jika sampai terjadi kekisruhan, kita tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi ke depannya. Itulah sejumlah alasan kenapa kita perlu memberi apresiasi terhadap MK," jelasnya.