Peneliti BRIN Soroti Lemahnya Kontrol Demokrasi Sipil Parlemen Terkait Wacana Revisi UU TNI
Peneliti BRIN Prof Poltak Partogi menyoroti lemahnya kontrol demokrasi sipil parlemen terkait wacana revisi Undang-Undang TNI
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti BRIN Prof Poltak Partogi menyoroti lemahnya kontrol demokrasi sipil parlemen terkait wacana revisi Undang-Undang TNI yang saat ini diketahui masih berbentuk usulan di Babinkum TNI.
Padahal, kata Partogi, lemahnya kontrol demokrasi sipil oleh parlemen merupakan sumber rusaknya hubungan sipil-militer.
Lebih jauh, kata dia, apabila hubungan sipil-militer rusak maka bukan tidak mungkin Indonesia akan menghadapi persoalan konflik bersenjata sebagaimana dihadapi sejumlah negara lain saat ini.
Hal tersebut disampaikannya dalam diskusi publik bertajuk Involusi Sektor Pertahanan: Problematika RUU TNI, Komando Teritorial, Peradilan Militer, dan Tugas Non-Militer di Sadjoe Cafe & Resto Jakarta pada Jumat (16/6/2023).
"Kita harus beri catatan, kalau kontrol demokrasi sipil lemah apalagi yang dilakukan lewat parlemen, dari situlah sumber masalah hubungan sipil-militer rusak. Dan kalau dalam kondisi hubungan sipil-militer rusak, perkembangan negara kita bisa mengikuti apa yang terjadi di negara lain," kata Partogi.
"Kuncinya memang sampai sejauh mana, kondisi sekarang, kemampuan sipil untuk mengontrol demokrasi atas perlaku militer terutama parlemen. Dalam kondisi parlemen yang lemah memang ini kesempatan yang bagus (untuk mengajukan revisi UU TNI)," sambung dia.
Baca juga: Revisi UU TNI Kembali Disorot, Kelompok Masyarakat Sipil Khawatir Jadi Kemunduran Demokrasi
Partogi juga mengatakan ada sejumlah kondisi yang menunjukan dan membuat kontrol demokrasi sipil oleh parlemen lemah terkait hal tersebut.
Ia mengatakan isu reformasi sektor keamanan yang menyangkut hubungan sipil-militer tidak sedemikian seksi dibandingkan aspek bisnis misalnya pembelian alutsista.
Isu reformasi sektor keamanan, kata dia, memang butuh pengetahuan.
Kondisi DPR saat ini, kata dia, sudah berubah dibandingkan dengan periode sebelumnya.
"Kemampuan mereka memahami juha berubah. Kita bisa melihat. Kalau dilihat di TV itu kan yang diwawancarai cuma Bobby Aditya, Pak TB Hasanuddin. Itu Golkar, PDIP. Di luar itu hampir tidak ada ya," kata dia.
Baca juga: Catatan Kritis Koalisi Masyarakat Sipil soal Revisi UU TNI: Ini Bukan Serangan Terhadap Institusi
"Dan tampaknya cuma Pak TB yang paham reformasi sektor keamanan kalau dilihat penjelasannya. Pak Bobby itu lebih tertarik untuk bicara bisnis, pembelian alutsista. Ini yang menjadi masalah," sambung dia.
Selain itu, kata dia, dukungan data bagi anggota DPR untuk memahami isu tersebut juga lemah setelah lembaga riset di DPR dibubarkan.