Belum Ada Perkembangan Dari KPU Soal LPSDK, Koalisi Masyarakat Khawatir Pengaruh IPK
Koalisi Masyarakat belum melihat adanya perkembangan yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait dengan LPSDK
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Indonesia Antikorupsi untuk Pemilu Berintegritas masih belum melihat adanya perkembangan yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait dengan Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK).
Sebagaimana diketahui, KPU telah menyatakan sikap ihwal pihaknya yang bakal menghapus LPSDK untuk Pemilu 2024 mendatang.
Atas hal itu, koalisi masyarakat menyambangi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI hari ini dalam rangka menindaklanjuti tindakan pihaknya yang sebelumnya mendorong KPU untuk tidak menghapus LPSDK.
"Hari ini karena tidak ada pertimbangan yang menggembirakan sejauh ini, tidak ada update dari KPU (soal LPSDK), maka kami semuanya memutuskan untuk menemui bawaslu," kata perwakilan koalisi, Sita Supomo dalam konferensi pers di Media Centre Bawaslu RI, Jakarta, Senin (19/6/2023).
Dalam kedatangannya, selain meminta Bawaslu untuk menerbitkan regulasi terhadap KPU, pihak koalisi juga menyampaikan kekhawatirannya ihwal integritas pemilu yang lenyap dan berpengaruh pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK) seiring dihapusnya LPSDK.
"Salah satu kekhawatiran terbesar kami adalah jika pemilu integritasnya menjadi terkompromi dengan tidak diaturnya dana kampanye yang bisa diakses publik tepat waktu sebelum menurunkan kepercayaan kepada KPU, terhadap pemilu secara keseluruhan," kata Sita.
"Dan kekhawatiran bahwa ini berpotensi mempengaruhi indeks persepsi korupsi," sambungnya.
Sita pun mengungkit Laporan Transparency International Indonesia (TII) tahun 2022 yang menunjukkan Indonesia mengalami tantangan serius dalam upaya melawan korupsi.
"Indeks Persepsi Korupsi berada di skor34/100 dan berada di peringkat 110 dari 180 dari negara yang disurvei. Skor tersebut merupakan penurunan paling drastis sepanjang pengukuran indeks yang dilakukan di Indonesia," jelas Sita.
"Hal itu terjadi karena respon terhadap praktik korupsi cenderung lambat bahkan memburuk akibat tidak adanya terobosan kebijakan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi, termasuk praktik korupsi politik," ia menambahkan.
Sebagai informasi, KPU tidak memuat ketentuan mewajibkan pelaporan LPSDK dalam Rancangan PKPU tentang Dana Kampanye. Beleid itu disetujui oleh Komisi II DPR. Dengan demikian, semua peserta Pemilu 2024 tidak perlu melaporkan dana sumbangan kampanye yang mereka dapat kepada KPU.
Baca juga: KPU Tetap Tidak Akan Gunakan LPSDK untuk Pemilu 2024, Ini Alasannya
Padahal, kewajiban LPSDK sudah diterapkan sejak Pemilu 2014 dan Pemilu 2019. KPU RI beralasan, penghapusan dilakukan karena LPSDK tidak diatur dalam UU 7/2017 tentang Pemilu. Ketentuan itu juga dihapus dengan alasan masa kampanye Pemilu 2024 pendek, yakni 75 hari saja.
KPU juga berdalih bahwa penghapusan LPSDK dilakukan karena informasi mengenai penerimaan sumbangan dana kampanye akan termuat dalam laporan awal dana kampanye (LADK) dan laporan penerimaan pengeluaran dana kampanye (LPPDK).