Jaksa Dianggap Hadirkan Saksi yang Tak Kredibel dalam Kasus Pencemaran Nama Baik Luhut Binsar
Jaksa penuntut umum (JPU) dianggap tak menghadirkan saksi yang kredibel dalam persidangan kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan
Penulis: Ashri Fadilla
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) dianggap tak menghadirkan saksi yang kredibel dalam persidangan kasus pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan yang menyeret Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti sebagai terdakwa.
"Patut kita ragukan ya kredibilitas saksi ini," ujar Muhammad Isnur saat ditemui awak media usai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (19/6/2023).
Satu di antara alasannya, saksi yang merupakan Manajer Hubungan Kepemerintahan PT Madinah Qurata'ain memberikan keterangan yang berubah-ubah.
Keterangan yang berubah itu berkaitan dengan pemberian saham PT Madinah Quarrata'ain kepada PT Tobacom Del Mandiri, anak usaha PT Toba Sejahtera milik Luhut Binsar Pandjaitan.
"Yang diingatnya, menurut kami hasil yang imajinasi dia, terkait dengan saudara Fatia Haris menyampaikan permainan saham Madinah di Blok Wabu segala macam," katanya.
Namun saat dimintai konfirmasi lebih lanjut mengenai keterangannya itu, Dwi Partono, Manajer Hubungan Kepemerintahan PT Madinah Qurata'ain menyampaikan bahwa pemberian saham belum sempat dilakukan. Sebab, PT Tobacom Del Mandiri belum melaksanakan tugasnya terkait clean and clear pertambangan di Papua.
"Ketika kami konfirmasi, tidak ada. Dan, kemudian, anehnya, beliau masih bersikukuh pernah mendengar," ujar Isnur.
Oleh sebab itulah, pihaknya menolak keterangan-keterangan yang disampaikan saksi tersebut di persidangan.
"Kita sangat pertanyakan kredibilitas dan integritas yang bersangkutan atas kesaksian dan keterangannya sehingga ditolak oleh Fatia dan Haris."
Sebagai informasi, dalam perkara dugaan pencemaran nama baik ini, Haris Azhar didakwa Pasal 27 ayat (3) junto Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Kemudian Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Baca juga: Fakta Sidang Haris-Fatia vs Luhut: Polisi Diminta Amankan Eksplorasi Tambang Emas Perusahaan Swasta
Selanjutnya Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 terang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.
Terakhir Pasal 310 ayat (1) KUHPidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara Fatia didakwa semua pasal yang menjerat Haris Azhar. Kecuali Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Pidana.