Alasan LPSK Tentukan Restitusi David Ozora Rp118 Miliar: Cedera Otak Traumatik, Menderita 54 Tahun
Cedera otak traumatik dan penderitaan selama berpuluh-puluh tahun menjadi alasan LPSK menentukan restitusi ke David sebesar Rp 118 miliar.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Ketua Tim Penghitungan Restitusi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Abdanev Jopa membeberkan dasar pihaknya menentukan restitusi atau ganti rugi terhadap David Ozora sebesar Rp118 miliar yang harus dibayarkan oleh terdakwa, Mario Dandy Satriyo.
Hal ini disampaikannya saat sidang lanjutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (20/6/2023).
Jopa mengungkapkan alasan pertama yang menjadi pertimbangan yaitu David mengalami diffuse axonal injury atau cedera otak traumatik akibat penganiayaan oleh Mario Dandy Satriyo.
Sebagai informasi, total restitusi yang diputuskan LPSK untuk dibayar Mario sebesar Rp 120,3 miliar.
Selain Rp 118 miliar, ada ganti rugi kekayaan senilai Rp 18 juta dan ganti rugi penggantian biaya perawatan medis sebesar Rp 1 miliar.
Jawaban ini berdasarkan pertanyaan dari ketua majelis hakim, Alimin Ribut Sujono yang ingin mengetahui landasan LPSK hingga menentukan besaran restitusi penderitaan sebesar Rp 118 miliar.
Baca juga: Bagaimana jika Mario Dandy Tak Bisa Bayar Restitusi Rp 120,3 Miliar ke David? Ini Kata LPSK
Lalu, Jopa menambahkan pihaknya sebenarnya tidak dapat mengukur penderitaan yang harus dialami David pasca penganiayaan.
Namun, sambungnya, LPSK memutuskan ganti rugi penderitaan Rp 118 miliar adalah angka yang dianggap memenuhi rasa keadilan.
"Rp 118 miliar saudara temukan dasarnya apa?" tanya hakim dikutip dari YouTube Kompas TV.
"Pertama tim berangkat dari permohonan penderitaan. Penderitaan ini kemudain tim sadar rasa derita ini tidak dapat diukur oleh sejumlah orang. Ini terkait restitusi, maka tim menilai untuk mendapatkan angka yang dirasa adil," jawab Jopa.
Jopa pun mengungkapkan bahwa penentuan restitusi penderitaan tidak hanya ditentukan semata oleh LPSK.
Namun, sambungnya, ada koordinasi dengan RS Mayapada yang menjadi tempat David dirawat.
Dalam pengakuannya, pihak RS Mayapada mengatakan bahwa David mengalami cedera otak traumatik.
Lantas, LPSK pun mencari sumber rujukan terkait apa yang dialami David tersebut dan berdasarkan keterangan dokter bahwa hanya ada 10 persen orang yang sembuh dari cedera otak traumatik.
"Sembuh pun itu bukan kategori kembali kepada keadaan semula. Itu 90 persen tidak kembali dalam keadaan semula," tutur Jopa.
Baca juga: Jalani Sidang Pakai Kemeja Batik, Mario Dandy Kena Tegur Jaksa Penuntut Umum
Setelah itu, Jopa mengatakan bahwa LPSK menanyakan ke RS Mayapada terkait perkiraan biaya perawatan medis yang harus dikeluarkan pihak keluarga David selama satu tahun.
Alhasil, RS Mayapada menaksir biaya perawatan yang harus dikeluarkan sebesar lebih dari Rp 2 miliar per tahun.
"Dari penilaian Rumah Sakit Mayapada, biaya yang diperlukan penanganan medis terhadap korban itu selama satu tahun sebesar RP 2.187.100.000 (Rp 2,1 miliar)," jelasnya.
Kemudian, Jopa mengatakan LPSK juga menghitung rata-rata usia kesempatan hidup di Jakarta berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Data dari BPS pun menunjukan bahwa rata-rata usia kesempatan hidup di Jakarta adalah 71 tahun.
Dengan data tersebut, Jopa mengatakan pihaknya lalu mengurangi usia David saat ini yaitu 17 tahun dan dikurangkan rata-rata usia kesempatan hidup di Jakarta sehingga ditemukan angka 54 tahun.
Lantas, angka 54 tahun itu dikalikan dengan taksiran biaya perawatan medis dari RS Mayapada sebesar Rp 2,1 miliar sehingga ditemukan total biaya penderitaan sebesar Rp 118 miliar.
"Tim menilai 71 tahun dikurangi umur korban itu 17 tahun artinya ada proyeksi selama 54 tahun korban David Ozora ini menderita. 54 tahun dikalikan Rp2 miliar berdasarkan perhitungan Rumah Sakit Mayapada hasilnya Rp 118.104.490.000 (Rp 118,1 miliar)," pungkasnya.
Bagaimana jika Mario Dandy Tak Bisa Bayar Restitusi?
Jopa pun turut menjelaskan pertanyaan jaksa jika Mario Dandy tidak bisa membayar restitusi.
Ia mengungkapkan bahwa belum ada aturan tertulis yang memaksa terdakwa harus membayar restitusi dan dapat diganti dengan pidana subsider.
"Katakanlah sekarang ketiga terdakwa itu menolak untuk membayar atau tiba-tiba menyatakan tidak mampu membayar, mekanisme gimana?" tanya jaksa.
"Menjawab itu memang belum ada peraturan yang memaska seorang terdakwa tidak bisa membayar. Pada praktiknya yang sering dilakukan adalah membebankan pidana subsider," kata Jopa.
Lantas, jaksa pun bertanya lagi apakah dalam konteks kasus Mario Dandy, restitusi dapat diubah dengan pidana subsider.
Jopa pun kembali menegaskan belum ada aturan tertulis yang sudah disahkan.
"Untuk tindak pidana ini, apakah ada pidana subsider pengganti restitusi?" tanya JPU.
"Dalam konteks peraturan ini tidak ada," jelas Jopa.
Baca juga: Ayah David Ajukan Restitusi Rp 52,3 Miliar, LPSK Minta Ganti Rugi dari Mario Dandy Rp 120,3 M
Selanjutnya, jaksa kembali bertanya terkait apabila para terdakwa menegaskan tidak mampu untuk membayar restitusi.
Jopa pun lalu menjawab dengan beberapa contoh kasus serupa dan telah dipraktikan terkait restitusi yaitu pembebanan ke pihak lain atau pemerintah yang menanggung ganti rugi kepada korban.
"Terkait dengan praktik, LPSK sudah mengirimkan surat kepada Mahkamah Agung untuk mendiskusikan tersebut. Berangkat dari praktik, ada beberapa hal yang pernah dipraktikkan semisal membebeankan pihak lain untuk ikut membayar itu, ada kasus kekerasan fisik juga terhadap anak."
"Kemudian ada juga membebankan kepada pemerintah untuk bayar restitusi," jelasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Anak Pejabat Pajak Aniaya Remaja