Polri Tegaskan Penerapan Sertifikasi Mengemudi untuk Pembuatan SIM Belum Diberlakukan
Korlantas Polri menegaskan terkait kebijakan sertifikat mengemudi sebagai syarat pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) baru masuh belum diberlakukan
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Korlantas Polri menegaskan terkait kebijakan sertifikat mengemudi sebagai syarat pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) baru masuh belum diberlakukan.
Direktur Regident Korlantas Polri Brigjen Yusri Yunus mengatakan saat ini pihaknya masih mengkaji soal penerapan kebijakan tersebut.
"Ramai sekali tentang sertifikat mengemudi. Perpol 2 tahun 2023 memang baru bulan lalu cuma belum kita laksanakan, kami masih mengkaji," kata Yusri saat jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/6/2023).
Yusri mengatakan pihaknya saat ini masih menggodok aturan terkait pelaksanaan kebijakan sertifikat mengemudi tersebut.
Setelah selesai disusun, nantinya pihak kepolisian masih akan melakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum nantinya diberlakukan.
Yusri tak menyebut kapan target pemberlakuan. Dia hanya mengatakan sesegera mungkin.
"Secepatnya (diberlakukan). Jangan kita buru-buru namun hasilnya sama saja," ujar Yusri.
Untuk informasi, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah meneken aturan baru sebagaimana tertuang dalam Perpol Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penerbitan dan Penandaan Surat Izin Mengemudi.
Aturan itu mensyaratkan berlakunya sertifikat mengemudi bagi pengendara yang ingin membuat Surat Izin Mengemudi (SIM).
"Melampirkan surat hasil verifikasi kompetensi mengemudi yang diterbitkan oleh sekolah mengemudi yang terakreditasi. Bagi pemohon SIM perorangan yang tidak mengikuti pendidikan dan pelatihan mengemudi atau belajar sendiri," tulis ayat 3a seperti dikutip.
Direktur Regident Korlantas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Yusri Yunus menyebut di Indonesia, masyarakat bisa mendapatkan SIM baru sangat mudah.
"Kenapa kita arahkan kesana, kenapa? Indonesia ini termasuk terlalu mudah sekali bikin SIM," kata Yusri kepada wartawan, Senin (19/6/2023).
Baca juga: Seloroh Kapolri Sulitnya Ujian Praktek Pembuatan SIM: Kalau Lulus Langsung Jadi Pemain Sirkus
Hal ini berdampak kepada tingginya kecelakaan lalu lintas ketika mengabaikan etika dalam berkendara.
"Saya tahu setiap orang pasti bisa bawa kendaraan. Yang sekolah ini yang paling utama adalah etik berkendaraan, etika. Yang kekurangan kita orang-orang pengemudi, para pengendara kendaraan bermotor di jalan sampai terjadi kecelakaan ini adalah etikanya yang kurang," jelasnya.
Etika berkendara yang sering diabaikan bisa ditemukan di jalan raya yakni bentuk pelanggaran-pelanggaran yang bisa menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
"Lampu merah mau terabas aja, udah tahu ada garis lurus yang nggak boleh (belok), dia ke kiri dia potong saja karena etikanya nggak ada. Udah tau bahwa itu larangan etikanya dia main hantam saja larangan, nah inilah perlu sekolah," jelasnya.
Nantinya, lanjut Yusri, dengan adanya penerapan aturan tersebut, akan terbentuk kualitas pengendara khususnya di etika berkendara.
"Iya belajar sekolah itu untuk belajar bagaimana kita berkendara itu untuk beretika yang baik, karena kalau di jalan ini kalau ugal-ugalan bukan cuma kita yang jadi korban tapi ada korban lain yang dihadapi," ujarnya lagi.
Lebih lanjut, Yusri mengatakan aturan tersebut sebenarnya bukanlah hal baru. Dia menyatakan regulasi tersebut telah ada di peraturan sebelumnya.
"Jadi gini, aturan tentang persyaratan administrasi itu ada disitu yang namannya umur 17 tahun keatas. Perpol 5 tahun 2021 itu sudah ada Perpol yang lama dia. Nah sekarang ini kita perbaharui lagi, kita lengkapi lagi di Perpol 2 Tahun 2023 baru turun kemarin," ungkapnya.
Yusri melanjutkan, nantinya akan ditentukan sekolah mengemudi yang terakreditasi sebagai syarat pembuatan SIM baru tersebut.
"Sekolah mengemudinya bukan dari Polisi, persyaratannya saja yang sama kita. Sekolah mengemudi dari yang lain bukan dari Polisi," tuturnya.