Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menanti Putusan Praperadilan Dadan Tri Yudianto

Sidang praperadilan yang diajukan oleh tersangka suap hakim agung di Mahkamah Agung (MA), yaitu eks Komisaris Independen PT Wika Beton Tbk Dadan Tri

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Wahyu Aji
zoom-in Menanti Putusan Praperadilan Dadan Tri Yudianto
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
Mantan Komisaris Independen PT Wika Beton Tbk Dadan Tri Yudianto (rompi oranye) saat digiring menuju tahanan Rutan Cabang KPK Kavling C1, Jakarta Selatan, Selasa (6/6/2023). 

Bagaimanapun hal demikian, akan sangat terkait erat dengan proses pembuktian pada persidangan suatu perkara.

“Namun, hal yang tidak kalah penting ialah bagaimana akuntabilitas dan management perkara yang dilakukan oleh KPK  yang seharusnya tidak boleh dilakukan atas dasar ‘suka suka’, arogan/sewenang-wenang (abuse of power)," kata Arifin.

"Namun sebaliknya, harus dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian, kebijaksanaan serta kepastian hukum, guna menjamin hak-hak dari seorang warga negara di dalam negara hukum (rechtsstaat),” sambung dia.

Menurutnya, proses penegakan hukum yang didahului atas praktik yang sewenang-wenang, pastinya akan menghasilkan penegakan hukum yang jauh dari semangat hukum yang berkeadilan.

Dia mengatakan, pemberantasan korupsi harus didukung dengan semua kekuatan element bangsa. Tidak dilihat siapa lembaga yang melakukannya, apakah KPK ataupun lembaga penegak hukum lainnnya.

"Akan tetapi, proses dan prosedur pelaksanaan pengungkapan tindak pidana korupsi tersebut harus dijalankan dengan rule atau aturan main yang benar, tidak dapat dilakukan karena sentimen ataupun subjektivitas (personal/kelembagaan), serta harus didasarkan atas praktik norma dalam hukum acara, atau yang dikenal KUHAP" beber Arifin.

"Oleh karenanya, mengedepankan proses dan prosedur yang akuntabel oleh KPK harus didorong dalam upaya menjamin kepastian hukum serta perlindungan hak asasi dari seseorang warga negara (HAM). Bukan berdasarkan opini ataupun asumsi," imbuhnya.

Berita Rekomendasi

Menurutnya, jikalau ada proses dan prosedur yang dilewati (by pass) dan hal demikian memang pada faktanya melanggar hukum acara, maka"mau tidak mau”, “suka atau tidak suka”, proses penetapan terhadap seorang tersangka haruslah dinyatakan batal/tidak sah.

Pada prinsipnya, lembaga peradilan harus lebih arif dan bijaksana untuk melihat fakta yang sebenarnya ada dan terjadi.

Hal itu penting guna menghasilkan putusan/vonis yang adil dan didasarkan atas fakta hukum yang tidak lain dari sebenarnya. Jangan didasarkan atas unsur subjektif seperti opini, desakan/intervensi ataupun unsur non-hukum lainnya.

Ia menyebut, dalam perkembangannya terdapat satu hal yang patut kita sayangkan dari produk vonis/putusan dalam perkara korupsi yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan, khususnya yang bersumber dari lembaga KPK. 

Di mana muncul persepsi di kalangan para penggiat/praktisi hukum, bahwa terhadap fakta yang kebenarannya tidak terbantahkan sekaligus terungkap dalam persidangan, seringkali diabaikan dan/atau tidak dipertimbangkan.

Hal ini tentunya bukan karena lembaga peradilan yang tidak berjalan di atas prinsip objektivitas, independensi ataupun imparsialitas, melainkan dikarenakan adanya suasana psikologis kebatinan hari ini, yang dikenal dengan adagium "jikalau berhadapan dengan KPK, maka seorang tersangka/terdakwa sudah pasti salah dan harus dihukum bersalah, tanpa terkecuali".

Adapun ini tentu sangatlah menyesatkan dalam praktik peradilan. Padahal semangat objektivitas, independensi dan imparsialitas lembaga peradilan harus dikedepankan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas