Cerita Sudaryanto, Korban Peristiwa 1965 Karena Tak Mau Mengutuk Bung Karno
Ketika terjadi peristiwa 1965, paspor dan kewarganegaraannya dicabut oleh rezim Orde Baru yang mulai berkuasa di Indonesia saat itu.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pria kelahiran Blitar Jawa Timur pada tahun 1942, Sudaryanto Yanto Priyono, masih bisa menceritakan kisahnya menjadi korban pelanggaran HAM berat peristiwa 1965 di hadapan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sudaryanto mengatakan saat itu tengah menjadi mahasiwa di Institut Koperasi Moskow Rusia atas beasiswa pemerintah Uni Soviet.
Ketika terjadi peristiwa 1965, paspor dan kewarganegaraannya dicabut oleh rezim Orde Baru yang mulai berkuasa di Indonesia saat itu.
Baca juga: Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat, Jokowi: Saya Yakin Tidak Ada Proses yang Sia-sia
Ia mengatakan paspor dan kewarganegaraannya dicabut karena tak mau mengutuk Bung Karno saat dilakukan screening oleh rezim Orde Baru.
Hal itu diungkapkannya di Rumoh Geudong Kabupaten Pidie Aceh dalam acara Peluncuran Program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat di Indonesia pada Selasa (27/6/2023).
"Setelah terjadi peristiwa 65, karena saya juga tidak memenuhi syarat screening pada waktu itu dilakukan karena di sana ada poin bahwa harus mengutuk Bung Karno. Ini yang saya langsung tidak terima," ungkap Sudaryanto di kanal Youtube Sekretariat Presiden.
"Dan akhirnya seminggu sesudahnya, saya menerima surat pemberitahuan bahwa paspor saya sudah dicabut dan saya kehilangan kewarganegaraan," sambung dia.
Baca juga: Presiden Jokowi Buka Peluang Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Lewat Mekanisme Yudisial
Setelah itu, ia kemudian mendapat jaminan dari pemerintah Uni Soviet untuk tetap belajar dan menyelesaikan pelajaran di sana.
Tak hanya itu, Sudaryanto kemudian diberikan pekerjaan oleh pemerintah Uni Soviet ketika itu.
Namun demikian, sekarang ia sudah pensiun.
"Saya sempat untuk menjadi dosen di Universitas Koperasi Rusia, menjadi Dekan, dan telah mengadakan beberapa kunjungan ke Indonesia, mengadakan beberapa pembicaraan dengan universitas-universitas di Indonesia, membaca sedikit informasi," kata dia.
"Jadi hubungan Indonesia sesudah tahun 2000 kembali normal. Kemudian pemerintah Indonesia memberikan kesempatan untuk bisa mengunjungi Indonesia di mana diperlukan," sambung dia.
Di akhir tanya jawab tersebut, Presiden Jokowi sempat menanyakan perihal adakah keinginan untuk kembali lagi menjadi Warga Negara Indonesia.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.