MK Tolak Uji Materiil UU Soal Pembatasan Masa Jabatan Pimpinan Parpol
Dalam alasan permohonan, pihak pemohon juga menilai ketiadaan batasan masa jabatan pimpinan parpol berimplikasi pada kekuasaan
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol)
"Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Hakim Ketua MK Anwar Usman saat membaca putusan di Ruang Sidang MK, Jakarta, Selasa (27/6/2023).
Permohonan Nomor 53/PUU-XXI/2023 dalam perkara pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik diajukan oleh Muhammad Helmi Fahrozi, E. Ramos Petege, dan Leonardus O. Magai.
Para pemohon mengujikan Pasal 2 ayat 1 huruf b UU Parpol yang menyatakan “Pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain”.
Sebelumnya, dalam persidangan pendahuluan yang digelar di MK pada Selasa (30/5/2023), kuasa hukum para pemohon, Aldo Pratama Amry mengatakan para pemohon yang telah berusia 17 tahun dan hendak menjadi anggota partai politik akan terlanggar hak konstitusionalnya karena tidak adanya pembatasan atau larangan bagi ketua umum partai politik untuk terus-menerus menjabat sebagai ketua umum.
Di samping itu, para pemohon juga akan kehilangan hak untuk menjadi pengurus salah satu pengurus partai politik karena ketua umum akan mengutamakan orang-orang terdekat untuk mengisi struktur kepengurusan. Sehingga, hal ini menurut para pemohon akan membentuk dinasti dalam kepengurusan partai politik.
Baca juga: Catatan Perludem Pasca-Putusan Sistem Pemilu oleh Mahkamah Konstitusi
Dalam alasan permohonan, pihak pemohon juga menilai ketiadaan batasan masa jabatan pimpinan parpol berimplikasi pada kekuasaan yang terpusat pada orang tertentu dan tercipatanya keotoritarian dan dinasti dalam tubuh partai politik.
"Bahwa tidak adanya pembatasan masa jabatan pimpinan poartai politik telah menyebabkan satu figur atau kelompok bahkan keluarga tertentu memegang kekuasaan di tubuh partai politik dengan begitu panjang. Hal ini tentunya tidak sesuai dengan prinsip konstitusionalisme yang menghendaki adanya pembatasan kekuasaan dan menghindari excessive atau abuse of power," sebagaimana tertulis permohonan pemohon salinan putusan.
"Limitasi kekuasaan ini dapat dilakukan dengan adanya pemaknaan baru terhadap Pasal 2 ayat (1b) UU Partai
Politik. Apabila masa jabatan pimpinan partai politik tidak dibatasi maka akan membuka ruang abuse of power yang berseberangan dengan prinsip konstitusionalisme, negara hukum, dan demokrasi konstitusional di tubuh partai politik," lanjutnya.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, para pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan Pasal 2 ayat (1) huruf b UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘Pengurus partai politik memegang masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan hanya dapat dipilih kembali 1 (satu) kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut atau tidak berturut-turut serta pendiri dan pengurus partai politik dilarang merangkap sebagai anggota partai politik lain'.