Pasal TPPO Dinilai Tak Tepat untuk Jerat Penempatan Pekerja Migran Indonesia Ilegal
calon Pekerja migran Indonesia (CPMI) yang hendak bekerja ke luar negeri dan tidak memenuhi syarat dokumen tidak bisa dikategorikan TPPO.
Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Forum Komunikasi Pekerja Migran Indonesia (FKPMI) yang juga praktisi hukum Dato Muhammad Zaenul Arifin menyampaikan calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang hendak bekerja ke luar negeri dan tidak memenuhi syarat dokumen tidak bisa dikategorikan pada Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Hal tersebut lantaran tidak ada unsur paksaan atau dengan kesadaran sendiri CPMI tersebut untuk bekerja ke luar negeri.
“CPMI yang akan bekerja ke luar negarei (LN) bukan TPPO melainkan PMI yang unprosedural karena ini merupakan fenomena WNI yang dengan sadar ingin bekerja ke luar negeri (LN) dikarenakan aturan dan lapangan kerja yang sempit sehingga menjadikan mereka berangkat bekerja tidak sesuai aturan,” kata Dato Zaenul Arifin, Selasa, (27/6/2023).
Dia menjabarkan makna TPPO itu sendiri jika mengacu pada aturan perundang-undangan yakni undan-undang nomor 21 tahun 2007 harus memenuhi unsur ancaman kekerasan untuk tujuan eksploitasi.
“Makna TPPO sangat berbeda jika dilihat di UU 21 tahun 2007 kejahatan TPPO harus memenuhi unsur ancaman kekerasan untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi,” tambah pria yang akrab dissipa Dato MZA tersebut.
Dato juga menilai tindakan satgas TPPO Polri tidak tepat jika menyasar perusahaan penempatan pekerja migran Indonesia (P3MI).
Menurutnya, perusahaan penempatan PMI ke luar negeri justeru membantu pemerintah melakukan penempatan PMI ke negara tujuan.
“Satgas TPPO salah sasaran jika menyasar P3MI dijadikan sebagai salah satu objek melakukan kejahatan TPPO . P3MI adalah perusahaan penempatan swasta yg notabene membantu pemerintah utk mempermudah para CPMI ke LN,”tegas Dato MZA.
Lebih lanjut, ia juga menduga aturan pemerintah terkait proses penempatan PMI yang berbelit menjadi sebab banyaknya CPMI berangkat secara ilegal ata unprosedural.
“Juga terbitnya sistem Siap Kerja, yang bahkan masih belum bisa dijalankan oleh Disnaker di Kabupaten/Kota, serta menimbulkan kesulitan dan berbelit belitnya proses penempatan PMI, sehingga menyebabkan peningkatan penemppatan PMI unprosedural /ilegal,” jelasnya.
Selain itu, pengacara yang konsen pada nasib PMI tersebut juga mengkritisi kegagalan pemerintah yang menurutnya telah gagal menjalankan amanat undang-undang no 18 tahun 2017 yang salah satunya mewajibkan negara memberikan pelatihan gratis kepada CPMI yang akhirnya justeru membingungkan pihak terkait soal siapa yang menanggung biaya penempatan.
Baca juga: Kepala BP2MI Serahkan 5 Nama Bandar Besar Pengirim PMI Ilegal di Batam ke Menko Polhukam Mahfud MD
“..terjadi kesimpangsiuran soal siapa yg menanggung biaya penempatan, krn tdk sesuai kondisi pasar ketenagakerjaan di negara tujuan, dan P3MI dipaksa untuk membuat pernyataan palsu tentang majikan yang sudah membayar biaya penempatan, padahal tidak. CPMI dipaksa utk berhutang dengan cara pinjaman Bank KTA,” pungkasnya.