Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kejamnya Politeknik di Sumbar, Kirim Mahasiswa Magang ke Jepang, Ternyata Jadi Buruh Tanpa Libur

11 mahasiswa dari sebuah politeknik di Sumbar justru menjadi korban TPPO kampusnya. Mereka harus bekerja tujuh hari tanpa libur.

Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Endra Kurniawan
zoom-in Kejamnya Politeknik di Sumbar, Kirim Mahasiswa Magang ke Jepang, Ternyata Jadi Buruh Tanpa Libur
YouTube Kompas TV
Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandani Rahardjo Puro saat konferensi pers terkait pengungkapan tindak pidana perdaganga orang (TPPO) di Mabes Polri, Jakarta pada Selasa (27/6/2023). 

TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak 11 mahasiswa sebuah politeknik di Sumatera Barat (Sumbar) menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus magang ke Jepang.

Hal ini diketahui usai Dittipidum Bareskrim Polri membongkarnya melalui adanya dua laporan korban berinisial ZA dan FY ke KBRI Tokyo.

Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro mengatakan, peristiwa berawal ketika ZA dan FY bersama sembilan mahasiswa lainnya dikirim oleh politeknik yang terdaftar resmi di Sumbar untuk magang ke Jepang.

Nyatanya, bukannya menjalani program magang, justru para korban menjadi buruh tanpa libur di Jepang.

Djuhandani mengatakan, tertariknya para korban lantaran tersangka berinisial G menjelaskan keunggulan dari politeknik yang akan memberangkatkan mahasiswa untuk magang ke Jepang.

Sebagai informasi, pemaparan tersebut dilakukan G saat menjabat sebagai direktur di politeknik tersebut pada periode 2013-2018.

Baca juga: Satgas Tangkap 649 Tersangka TPPO dan Selamatkan 1.840 Korban, Ada Modus Jadi Pemandu Karaoke

Lalu, pada tahun 2019, para korban pun dinyatakan lulus dan dapat mengikuti program ke Jepang selama setahun.

BERITA TERKAIT

Namun, saat itu, jabatan G diganti oleh orang lain berinisial EH.

Kini, EH pun ditetapkan menjadi tersangka.

"Selama satu tahun magang korban melaksanakan pekerjaan bukan layaknya magang. Akan tetapi bekerja sebagai buruh," kata Djuhandani dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (27/6/2023), dikutip dari YouTube Kompas TV.

Selama di Jepang, Djuhandani mengatakan para korban justru bekerja sebagai buruh dengan rentang waktu kerja selama 14 jam sehari dari pukul 08.00-22.00 waktu setempat.

Bahkan, korban pun tidak memperoleh libur dan harus bekerja selama tujuh hari.

Selain itu, istirahat yang diberikan kepada korban pun hanya selama 10-15 menit dan tidak diperbolehkan melakukan ibadah.

Selama bekerja, korban memperoleh upah sebesar 50 ribu yen atau setara dengan Rp 5 juta per bulan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas