Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Modus Pegawai KPK Tilap Uang Dinas, Terbongkar usai Ada Keluhan soal Proses Administrasi

Seorang pegawai KPK disebut telah menilap uang dinas hingga Rp550 juta. Begini modusnya.

Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Endra Kurniawan
zoom-in Modus Pegawai KPK Tilap Uang Dinas, Terbongkar usai Ada Keluhan soal Proses Administrasi
Tribun Jabar/Gani Kurniawan
Ilustrasi KPK. Seorang pegawai KPK disebut telah menilap uang dinas hingga Rp550 juta. Begini modusnya. 

TRIBUNNEWS.com - Seorang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga telah menilap atau memotong uang dinas lembaga anti-rasuah.

Sekretaris Jenderal KPK, Cahya Hardianto Harefa, mengungkapkan pegawai itu kedapatan memotong perjalanan uang dinas dalam rentang waktu 2021-2022.

Akibat perbuatan pegawai tersebut, kerugian negara mencapai sekitar Rp550 juta.

"Dengan ini saya menyampaikan dugaan tindak pidana korupsi di bidang kerja administrasi yang dilakukan salah satu oknum KPK," kata Cahya saat jumpa pers di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Selasa (27/6/2023).

Berdasarkan informasi yang diperoleh Tribunnews.com, pelaku diketahui memanipulasi uang akomodasi hingga uang makan.

Caranya, ia memanipulasi jumlah orang yang berangkat perjalanan dinas.

Baca juga: Pegawai KPK Tilep Uang Dinas, DPR: Proses Etik Maupun Hukum!

Selain itu, ia juga membuat bukti bayar palsu hingga memotong uang harian pegawai KPK yang mendapat tugas perjalanan dinas.

BERITA REKOMENDASI

"Dia manipulasi duit tiket, hotel, dan uang makan. Caranya, dia manipulasi jumlah orang yang berangkat plus bikin bukti bayar bodong."

"Tak lupa dia potong-potong lagi uang harian orang yang berangkat," kata sumber Tribunnews.com ini.

Lebih lanjut, sumber itu mengatakan pelaku menggunakan uang hasil korupsi untuk berfoya-foya.

Seperti untuk berpacaran, menginap di hotel bintang lima, hingga belanja baju.

"Duitnya dipakai pacaran, belanja baju, ngajak keluarganya jalan-jalan, kabarnya pakai nginap di hotel bintang 5 segala," ungkapnya.

Aksi memotong uang dinas ini kemudian diketahui oleh atasan dan tim kerja pelaku.

Atasan dan tim kerja yang mengeluhkan proses adminitrasi kemudian melapor ke Inspektorat.

"Atasan dan tim kemudian melakukan laporan ke pihak Inspektorat sebagai pelaksana fungsi pengawasan internal," beber Cahya.

Dari Inspektorat, kasus dugaan korupsi ini kemudian dilaporkan ke Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK.

Laporan ini juga diajukan ke Dewan Pengawas dengan tujuan agar si pelaku bisa dijatuhi hukuman etik.

Kini, pelaku telah dibebastugaskan lantaran akan diproses hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Bersamaan dengan proses tersebut oknum sudah dibebastugaskan untuk memudahkan proses pemeriksaannya," pungkas Cahya.

Baca juga: DPR Sebut Citra KPK Tergerus Usai Pegawainya Tilep Uang Dinas

KPK Diharapkan Beri Penjelasan

Yudi Purnomo Harahap (kanan) saat masih menjabat Ketua Wadah Pegawai KPK, memberikan keterangan pers tentang seleksi pimpinan KPK, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (1/7/2019).
Yudi Purnomo Harahap (kanan) saat masih menjabat Ketua Wadah Pegawai KPK, memberikan keterangan pers tentang seleksi pimpinan KPK, di Gedung KPK, Jakarta, Senin (1/7/2019). (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Eks Penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, meminta KPK menjelaskan secara detail soal modus pegawai yang menilap alias memotong uang perjalanan dinas.

Hal ini, ujar Yudi, perlu dilakukan lantaran KPK yang dikenal ketat justru kecolongan.

“KPK harus jelaskan kepada publik bagaimana modus penilapannya."

"Sehingga sistem pertanggungjawaban keuangan KPK yang dikenal ketat dan bagus bisa kecolongan oleh perilaku oknum pegawai tersebut,” kata Yudi kepada Kompas.com, Rabu (28/6/2023).

Lebih lanjut, Yudi menilai perjalanan dinas merupakan satu diantara bentuk kegiatan pemberantasan korupsi yang seharusnya dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Ia beranggapan uang perjalanan dinas harus dibuat secara jujur, tak boleh ada mark-up apalagi fiktif.

Karena itu, Yudi menganggap oknum pegawai yang memotong perjalanan dinas adalah sosok pemberani.

“Pegawai yang melaksanakan tugas keluar kota tentu mendapatkan uang perjalanan dinas dari instansi sehingga harus jujur berapa pengeluarannya sehingga tidak boleh mark-up apalagi fiktif,” tuturnya.

Terpisah, anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, mendesak KPK supaya menindak tegas oknum pegawai yang memotong uang perjalanan dinas.

Ia meminta supaya KPK memproses etik maupun hukum terhadap pelaku.

"Proses etik maupun hukum terhadap mereka yang terlibat harus jelas di mata publik," kata Arsul kepada wartawan, Rabu.

Menurutnya, kasus korupsi di KPK ini membuat lembaga antir-asuah semakin tergerus citranya.

Hal ini, kata Arsul, tentu saja akan mempengaruhi kepercayaan publik pada KPK.

"Harus diakui bahwa kasus ini menambah tergerusnya citra dan tingkat kepercayaan publik terhadap KPK," ujarnya.

Baca juga: Selain Kasus Pencabulan dan Pungli, KPK Juga Diterpa Kasus Pegawai Tilap Uang Dinas Buat Pacaran

Kritik dari ICW

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (tengah) memberikan keterangan dan juga menunjukkan barang bukti berupa uang tunai saat konferensi pers kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe di Gedung KPK, Jakarta, Senin (26/6/2023). KPK menetapkan Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe sebagai tersangka tindak pidana kasus pencucian uang atau TPPU dengan menyita pecahan Rupiah senilai Rp 81.628.693.000 (Rp 81,6 miliar), uang pecahan Dollar Singapura senilai 26.300 di bagian tengah, uang 5.100 Dollar Amerika Serikat (AS), dan 21 aset lainnya. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata (tengah) memberikan keterangan dan juga menunjukkan barang bukti berupa uang tunai saat konferensi pers kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe di Gedung KPK, Jakarta, Senin (26/6/2023). KPK menetapkan Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe sebagai tersangka tindak pidana kasus pencucian uang atau TPPU dengan menyita pecahan Rupiah senilai Rp 81.628.693.000 (Rp 81,6 miliar), uang pecahan Dollar Singapura senilai 26.300 di bagian tengah, uang 5.100 Dollar Amerika Serikat (AS), dan 21 aset lainnya. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik soal adanya kasus korupsi hingga pungutan liar (pungli) di KPK.

Peneliti ICW, Diky Anandya, menilai KPK dibawah kepemimpinan Firli Bahuri sudah tidak bisa lagi dijadikan teladan bagi para pegawainya.

Adanya korupsi hingga pungli, dianggap Diky telah menambah deretan skandal KPK dibawah komando Firli Bahuri.

“Dugaan kasus pemotongan anggaran perjalanan dinas KPK ini semakin menambah rentetan skandal yang terjadi di bawah kepemimpinan Firli Bahuri,” kata Diky kepada Kompas.com, Rabu.

Dari data yang dihimpun ICW, beber Diky, ada beberapa kasus yang melibatkan unsur pegawai KPK sejak dipimpin oleh Firli Bahuri.

Pertama, pencurian 1,9 kg emas dari gudang barang bukti yang dilakukan oleh oknum pegawai.

Kemudian, penerimaan suap oleh pengamanan dalam (pamdal) KPK dari para tahanan KPK, salah satunya dari mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), Imam Nahrawi.

Berikutnya, suap yang diterima oleh penyidik KPK, Stepahnus Robin Patuju, dari mantan Wali kota Tanjungbalai, M Syahrial.

Lalu, ada juga dugaan penerimaan gratifikasi oleh mantan Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, berupa fasilitas menonton MotoGP di Mandalika.

Bahkan, terkini adanya dugaan penerimaan pungutan liar (pungli) sebesar Rp4 miliar oleh oknum petugas KPK di bagian tahanan yang didahului adanya pelecehan terhadap istri seorang tahanan KPK.

“Kasus-kasus tersebut mengisyaratkan bahwa pimpinan KPK, terutama Firli Bahuri telah gagal menunjukkan sikap keteladanan tatkala memimpin lembaga antirasuah tersebut,” papar Diky.

Berangkat dari banyaknya permasalahan KPK saat ini, ICW mendesak Firli Bahuri segera menanggalkan jabatannya sebagai Ketua KPK.

Selain itu, kata Diky, penting juga untuk dicatat, buruknya wajah KPK saat ini tidak terlepas dari campur tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca juga: Pegawai KPK yang Tilap Uang Dinas Dibebastugaskan, Bakal Diproses Etik dan Pidana

“Sehingga Presiden harus segera mengambil sikap tegas melihat persoalan KPK saat ini sebagai bentuk tanggung jawab karena secara administratif KPK berada di bawah komandonya,” kata Diky.

“Jika tidak, maka masyarakat akan semakin yakin bahwa rezim pemerintahan Joko Widodo telah berhasil meluluhlantakkan upaya pemberantasan korupsi, dan sejarah akan mencatat soal itu,” tandasnya.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W/Ilham Rian Pratama/Fersianus Waku, Kompas.com/Irfan Kamil)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas