PPP Respons Soal Masa Jabatan Pimpinan Parpol Digugat ke MK: Sangat Naif
Juru bicara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Donnie Tokan merespons terkait masa jabatan pimpinan partai politik (parpol) digugat ke MK.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua DPP sekaligus juru bicara Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Donnie Tokan merespons terkait masa jabatan pimpinan partai politik (parpol) digugat ke Mahkamah Konstitusi atau MK.
Donnie mengatakan, terkadang publik melupakan proses demokrasi di dalam parpol sangat demokratis.
Padahal, ia menjelaskan, ada mekanisme yang diatur dan berlaku di dalam masing-masing parpol.
Baca juga: Masa Jabatan Ketua Umum Partai Digugat, Pengamat: Selama Ini Partai Politik Jadi Partai Keluarga
Ia mencontohkan hal tersebut, melalui musyawarah nasional partainya, yang kerap disebut Muktamar.
Di mana, para pimpinan di setiap tingkatan partai berkumpul untuk menghasilkan kesepakatan bersama.
"Negara kita katanya sedang membangun Demokrasi, terkadang kita lupa kalau proses demokrasi di dalam tubuh organisasi sosial politik atau organisasi partai politik itu sangat demokratis," kata Donnie Tokan, saat dihubungi Tribunnews.com, Kamis (29/6/2023)
"Ada mekanisme dalam pemilihan Ketua Umum sebuah partai politik itu melalui sebuah musyawarah nasional atau kongres, kalau di PPP disebut dengan Muktamar yang melibatkan unsur pimpinan cabang dan pimpinan wilayah seluruh indonesia, anggota dewan, pimpinan majelis majelis, mengundang pengamat sebagai peninjau jika diperlukan," sambungnya.
Donnie kemudian menerangkan, hasil dari Muktamar tersebut tercantum dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD ART).
"Semua proses ini juga ada landasan dasarnya yaitu diatur dalam AD ART, yang menyusun AD ART atau pedoman dasar organisasi ini juga adalah produk Muktamar atau Musyawara Nasional atau Kongres," ucap Donnie.
Baca juga: Respons Pantun Hasto Soal Ridwan Kamil Bacawapres Ganjar, PPP: Hanya Joke Politik
Lebih lanjut, soal pemilihan pimpinan parpol, ia menjelaskan, dipilih secara demokratis dan berdasarkan kepercayaan dari para pengurus dan anggota parpol tersebut terhadap sosok pimpinan parpol tersebut.
"Memilih pemimpin dalam partai politik dilakukan secara demokratis, jika seorang pemimpin dianggap sukses dalam menjalankan amanat atau perintah Muktamar atau Kongres ya bisa dipilih kembali," ungkapnya.
"Tidak boleh ada yang membatasi atau menghentikannya sepanjang yang bersangkutan masih mendapatkan kepercayaan pengurus atau anggotanya," kata Donnie Tokan.
Terkait hal itu, Donnie mengatakan, Indonesia merupakan negara yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Oleh karena itu, menurutnya, sangat naif jika ada pihak yang membatasi masa jabatan pimpinan parpol.
"Indonesia senantiasa menjunjung tinggi hak asasi manusia, oleh karenanya kalau ada orang yang ingin membatasi masa kepemimpinan di tubuh partai politik itu sangat naif," kata Donnie.
Adapun Donnie menegaskan, hal penting dari keberadaan partai politik adalah keberlanjutan kaderisasi untuk terus melahirkan para pemimpin di masa depan.
"Yang penting saat ini adalah bagaimana partai politik itu melakukan kaderisasi secara terus menerus agar bisa melahirkan para pemimpin masa depan yang tangguh, berkepribadian, jauh dari korupsi, kolusi dan nepotisme ketika akan menduduki posisi posisi strategis di partainya atau dipersiapkan untuk duduk di eksekutif maupun legislatif."
Baca juga: Tidak Ada Pembatasan Masa Jabatan Ketua Umum dan Bisa Lahirkan Dinasti Politik, UU Parpol Digugat
Sebelumnya, dua warga bernama Eliadi Hulu asal Nias dan Saiful Salim dari Yogyakarta menggugat UU Partai Politik (Parpol) ke Mahkamah Konstitusi pada Rabu (21/6/2023) lalu.
Gugatan tersebut, teregister dengan nomor 65/PUU/PAN.MK/AP/06/2023).
Adapun pasal yang digugat adalah pasal 23 ayat 1 UU Parpol yang berbunyi:
"Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART."
Dalam permohonan gugatannya dikutip dari laman MK, penggugat meminta pasal tersebut diubah menjadi:
"Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART, khusus ketua umum atau sebutan lainnya, AD dan ART wajib mengatur masa jabatan selama lima tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali dalam jabatan yang sama, baik secara berturut-turut maupun tidak berturut-turut," demikian tertulis dalam permohonan gugatan, yang dikutip Tribunnews.com, Minggu (26/6/2023).
Penggugat menilai jabatan ketua umum parpol harus dibatasi layaknya jabatan di pemerintahan.
Selain itu, jelas penggugat, parpol pun dibentuk dengan mengacu pada dasar undang-undang, sehingga masa jabatan ketua umum turut dibatasi.
"Sebagaimana halnya kekuasaan pemerintahan yang dibatasi oleh masa jabatan tertentu, demikian pula hanya dengan partai politik yang dibentuk atas dasar UU a quo dan juga merupakan peserta pemilu, sudah sepatutnya bagi siapapun pemimpin partai politik untuk dibatasi masa jabatannya," kata penggugat dalam berkas permohonan.