Rentetan Skandal Menghantam KPK, Advokat Senior: Demoralisasi dan Degradasi Sangat Dahsyat
Advokat senior menilai deretan skandal yang menghantam KPK menjadi wujud demoralisasi dan degradasi yang sangat dahsyat.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Advokat senior, Todung Mulya Lubis menilai rentetan skandal yang menghantam Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti dugaan pungli di rutan hingga korupsi uang perjalanan dinas menjadi wujud demoralisasi dan degradasi di lembaga anti rasuah.
Padahal, kata Todung, KPK seharusnya menjadi model integritas sebuah lembaga negara.
"Tapi sekarang ini, kita banyak sekarang ini mendengar kasus pelanggaran etika dan kasus korupsi dalam tubuh KPK. Berarti sekarang, KPK tidak bisa menjadi role integritas," ujarnya dalam program Satu Meja di Kompas TV, Rabu (28/6/2023).
Todung pun turut menanggapi terkait rentetan skandal yang menghinggapi KPK secara beruntun.
Menurutnya, revisi UU KPK menjadi salah satu faktor perbedaan lembaga anti rasuah di beberapa periode sebelumnya.
Baca juga: 15 Pegawai KPK Sudah Diperiksa Terkait Dugaan Pungli Rutan Rp4 Miliar
Dengan adanya revisi undang-undang tersebut, Todung menilai menjadi faktor pelemahan KPK sehingga terjadinya demoralisasi dan degradasi.
"Ketika revisi UU KPK dilakukan, disinilah pelemahan KPK yang menimbulkan demoralisasi dan degradasi di tubuh KPK," jelasnya.
Todung pun turut menyoroti ketika pegawai KPK yang kini berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Ia pun meragukan rekrutmen yang dilakukan akankah berjalan dengan profesional atau tidak.
Todung pun mencontohkan ketika adanya Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang menjadi salah satu tahapan agar pegawai KPK dapat menjadi ASN.
Tes semacam itu, kata Todung, justru menganulir pegawai KPK yang berintegritas dan profesional.
"Pada zaman pimpinan KPK sekarang, ada Tes Wawasan Kebangsaan yang dipaksakan. Banyak orang-orang KPK yang punya kredibilitas dan integritas itu tertendang keluar dari KPK," jelasnya.
Todung pun menyimpulkan bahwa model perekrutan semacam ini tidak akan menimbulkan budaya profesional dan berintegritas di lembaga anti rasuah.
"Di sana itu tidak dibangun budaya profesionalitas dan integritas. Itu ada budaya like and dislike dan mungkin juga ada ketidaksukaan dalam politik. Ini sangat berpengaruh," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.