Konferensi Pengarusutamaan Gender ASEAN: Dorong Percepat Implementasi AGMSF
Lenny memaparkan bahwa dalam Kerangka Kerja Strategis Pengarusutamaan Gender ASEAN (AGMSF) mencakup 4 (empat) tujuan utama.
Penulis: Aisyah Nursyamsi
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - ASEAN Gender Mainstreaming Conference atau Konferensi Pengarusutamaan Gender ASEAN resmi dibuka di Yogyakarta pada Selasa (4/7/2023).
Konferensi ini bertujuan untuk untuk mempercepat implementasi Kerangka Kerja Strategis Pengarusutamaan Gender ASEAN atau ASEAN Gender Mainstreaming Strategic Framework (AGMSF).
Yaitu untuk mendapatkan komitmen dukungan dari pimpinan senior ASEAN dan mitra dialog serta mendorong kolaborasi berkelanjutan.
Baca juga: Ekonomi Biru Jadi Prioritas Kerja Sama Negara ASEAN
Hal ini disampaikan oleh ASEAN Committee on Women Indonesia, sekaligus Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA, Lenny N Rosalin.
“Bersama-sama, kita ambil pelajaran berharga dan praktik baik mengenai isu-isu gender dan inklusi di tiga komunitas ASEAN," ungkapnya pada konferensi di Yogyakarta, Selasa (4/7/2023).
Lenny memaparkan bahwa dalam Kerangka Kerja Strategis Pengarusutamaan Gender ASEAN (AGMSF) mencakup 4 (empat) tujuan utama.
Baca juga: UI Dorong Pemerintah Promosikan Pendidikan Tinggi Indonesia Lewat Keketuaan ASEAN
Pertama, bertujuan untuk memastikan bahwa kebijakan, institusi, dan praktik ASEAN mewujudkan prinsip-prinsip keadilan, pemerataan, dan inklusivitas.
Kedua, berfokus pada peningkatan manajemen pengetahuan, kompetensi teknis, dan pembangunan kapasitas di bidang gender serta inklusi.
Ketiga, AGMSF berupaya memastikan bahwa kebutuhan perempuan dan anak perempuan di kawasan ASEAN tercermin dalam kebijakan.
Sekaligus rencana aksi lintas sektor dalam tiga Komunitas ASEAN.
Keempat, AGMSF mendukung proses dan inisiatif antar pemerintah oleh negara-negara anggota ASEAN.
Yaitu berfokus pada pengarusutamaan gender dan penanganan isu-isu terkait gender.
Lebih lanjut, Lenny mengungkapkan alasan memilih provinsi D.I Yogyakarta sebagai lokasi konferensi.
Lenny menyebutkan jika Yogyakarta memiliki tradisi kota yang mengakar dan keramahtamahan yang hangat.
Suasana ini dapat menjadi inspirasi untuk memperkuat komitmen dalam memajukan kesetaraan dan inklusi gender di kawasan ASEAN.
Baca juga: Benarkah Mainan Anak Harus Sesuai Gender? Begini Kata Psikolog
Tantangan yang Dihadapi dalam Penerapan AGMSF dan Rekomendasi
Lenny mengungkapkan jika pada pelaksanaan AGMSF, masih terdapat beberapa isu dan tantangan.
Seperti tingkat kesadaran dan pemahaman tentang AGMSF yang masih sangat terbatas.
Termasuk keterbatasan kapasitas dan sumber daya yang dimiliki pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan dan program terkait gender.
Lalu pengakuan yang rendah dari laki-laki atas kesempatan yang sama.
Adanya budaya yang juga menjadi faktor utama menghambat partisipasi perempuan.
"Serta, tantangan tematik khusus lainnya seperti isu petani perempuan dan perempuan di daerah bencana yang perlu dikaji dalam pendekatan kebijakan khusus,” papar Lenny.
Ia pun menyampaikan rekomendasi kebijakan secara umum yang diusulkan dan diidentifikasi.
Di antaranya perlunya membangun kesadaran dan pemahaman di dalam masing-masing Sectoral Bodies.
Mentransformasikan mandat pengarusutamaan gender menjadi komitmen untuk melakukan inisiasi Pengarusutamaan Gender dalam kebijakan dan program.
Mendukung rencana implementasi Pengarusutamaan Gender dan berkomitmen pada implementasinya.
Selanjutnya memastikan pengumpulan data terpilah berdasarkan jenis kelamin, usia, dan disabilitas.
Dan membangun kerangka pemantauan pada operasi dan program, serta menciptakan dan mengembangkan koordinasi dan komunikasi yang jelas.