RUU Kesehatan Disahkan DPR, Kamhar Demokrat: Negara Abaikan Hak-hak Dasar Warga Negara
Ditegaskan bahwa praktek pembuatan undang-undang yang minim partisipasi publik yang sarat dengan sekedar melayani kepentingan oligarki.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Kamhar Lakumani, Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat, berpendapat pengesahan RUU Kesehatan atau Omnibus Law Kesehatan oleh DPR, Selasa (11/7/2023) hari ini lagi-lagi mempertotonkan negara lepas tangan dan abai atas apa yang menjadi hak dasar warga negara.
"Penghapusan mandatory budget minimal 5 persen dari APBN yang ditetapkan pada masa Pemerintahan Pak SBY yang terus diperjuangkan Fraksi Partai Demokrat di Parlemen agar bisa ditingkatkan menunjukkan keberpihakan dan prioritas negara melalui pemerintah saat ini bukan pada manusianya melainkan pada pembangunan fisik," ujar Kamhar di Jakarta.
Menurut dia sempitnya ruang gerak fiskal membuat publik membaca bahwa pemerintah memilih mengorbankan belanja pemenuhan hak dasar warga negara demi pembangunan fisik dan pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru untuk mengejar legacy dan glorifikasi diri.
"Ini sangat mencederai semangat keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," ujarnya.
"Kita kembali diingatkan dengan janji kampanye Pak Jokowi di masa Pilpres lalu. Katanya dananya ada, dananya siap. Ternyata semuanya hanya kebohongan besar," kata Kamhar menambahkan.
Baca juga: Tolak Pengesahan RUU Kesehatan, Ibas Sampaikan 2 Poin Penting
Caleg DPR di Daerah Pemilihan Jawa Barat V ini mengatakan malah demi memenuhi ambisi IKN yang dipaksakan dana pemenuhan hak dasar rakyat yang dipangkas.
"Pak Jokowi mungkin tak memahami, pada hakikatnya pembangunan untuk manusia, bukan sebaliknya," katanya.
Ditegaskan bahwa penghapusan mandatory budget ini tentunya memiliki konsekuensi yang sangat besar.
"Termasuk pada 96,7 juta penduduk miskin peserta Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) yang selama ini bersumber dari mandatory budget tersebut," katanya.
Penghapusan, lanjut dia, ini akan kembali menghidupkan pemeo ‘sakit sedikit jadi miskin, dan orang miskin dilarang sakit’.
"Ini hanya sekelumit diantara banyak persoalan lainnya dibalik omnibus law kesehatan yang banyak diprotes dan ditentang Organisasi Profesi di bidang kesehatan," katanya.
Ditegaskan bahwa praktek pembuatan undang-undang yang minim partisipasi publik yang sarat dengan sekedar melayani kepentingan oligarki seperti ini bertentangan dengan janji kemerdekaan.
"Kami mengajak seluruh insan kesehatan untuk berjuang bersama mewujudkan perubahan dan perbaikan," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.