Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Tolak Pengesahan RUU Kesehatan, PPNI Bakal Diskusi dengan Demokrat dan PKS Soal Langkah Lanjutan

PPNI akan melakukan diskusi dengan Demokrat dan PKS soal langkah lanjutan terkait penolakkan mereka terhadap pengesahan RUU Kesehatan.

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
zoom-in Tolak Pengesahan RUU Kesehatan, PPNI Bakal Diskusi dengan Demokrat dan PKS Soal Langkah Lanjutan
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Massa pengunjuk rasa dari tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Mereka menuntut DPR RI untuk menunda pembahasan RUU Kesehatan dalam Omnibus Law saat Sidang Paripurna DPR RI karena dianggap akan merugikan tenaga kesehatan. PPNI akan melakukan diskusi dengan Demokrat dan PKS soal langkah lanjutan terkait penolakkan mereka terhadap pengesahan RUU Kesehatan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

"Undang-undang ini memberikan peluang yang cukup besar terhadap masuknya usaha-usaha di bidang kesehatan dari luar negeri. Ini yang menjadi dasar kita agar undang-undang kini tetap kita tolak," jelasnya.

Selain itu, Santoso juga menyinggung mengenai Mandatory Spending.

"Tentang mandatori spending dimana Undang-undang existing itu mengisyaratkan anggaran kesehatan 10 persen tapi ternyata itu dihapus. Sekarang yang 10 persen saja masih banyak rakyat yang tidak bisa berobat," kata Santoso.

"Bagaimana kalau itu dihapus? Kemudian bahwa organisasi profesi dalam RUU Kesehatan ini ditiadakan. Sementara Undang-undang existing yang ada, ada Undang-undang Keperawatan, Kebidanan, itu akan dihilangkan," imbuhnya.

Massa pengunjuk rasa dari tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Mereka menuntut DPR RI untuk menunda pembahasan RUU Kesehatan dalam Omnibus Law saat Sidang Paripurna DPR RI karena dianggap akan merugikan tenaga kesehatan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Massa pengunjuk rasa dari tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Mereka menuntut DPR RI untuk menunda pembahasan RUU Kesehatan dalam Omnibus Law saat Sidang Paripurna DPR RI karena dianggap akan merugikan tenaga kesehatan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Sebelumnya, Perwakilan dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani sekaligus Anggota Komisi IX DPR menyampaikan beberapa pertimbangan mengenai alasan PKS menolak RUU Kesehatan disahkan sebagai Undang-undang.

Netty menyampaikan, bahwa proses penyusunan Undang-undang RUU Kesehatan ini merupakan bentuk preseden yang kurang baik bagi proses legislasi ke depan.

"Karena pembahasan yang terkesan tergesa-gesa ini juga mengakibatkan tidak tercapainya meaningfull participation," ungkapnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa.

BERITA REKOMENDASI

Fraksi PKS juga mempertimbangkan beberapa catatan dari Bappenas yang menyebutkan bahwa ada sembilan dari sepuluh prioritas kesehatan yang tidak tercapai.

Hal tersebut termasuk angka stunting di Indonesia yang masih tinggi, yakni berada di angka 21 persen.

Kemudian juga angka kematian ibu dan bayi yang juga masih menjadi masalah nasional di Indonesia.

"Oleh karena itu, Fraksi PKS bependapat ditiadakannya pengaturan alokasi wajib anggaran Mandatory Spending kesehatan dalam RUU Kesehatan merupakan sebuah kemunduruan bagi upaya menjaga kesehatan masyarakat Indonesia," kata Netty.

Baca juga: RUU Kesehatan Disahkan DPR, Kamhar Demokrat: Negara Abaikan Hak-hak Dasar Warga Negara

Disebutkan, dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 sebelumnya, mengatur alokasi dana pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebesar masing-masing lima persen.


Kebutuhan dana kesehatan Indonesia sebagai negara berkembang justru meningkat dari wkatu ke waktu karena semakin kompleksnya masalah kesehatan di masa mendatang.

Fraksi PKS berpendapat, bahwa Mandatory Spending untuk menyediakan pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dengan ketersediaan jumlah anggaran yang cukup.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas