Tolak Pengesahan RUU Kesehatan, PPNI Bakal Diskusi dengan Demokrat dan PKS Soal Langkah Lanjutan
PPNI akan melakukan diskusi dengan Demokrat dan PKS soal langkah lanjutan terkait penolakkan mereka terhadap pengesahan RUU Kesehatan.
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Theresia Felisiani
![Tolak Pengesahan RUU Kesehatan, PPNI Bakal Diskusi dengan Demokrat dan PKS Soal Langkah Lanjutan](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/aksi-unjuk-rasa-tenaga-medis-tolak-ruu-kesehatan-omnibus-law_20230711_155604.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menyampaikan, akan melakukan diskusi dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) soal langkah lanjutan terkait penolakkan mereka terhadap pengesahan RUU Kesehatan.
Diketahui, Fraksi Demokrat dan PKS menolak disahkannya RUU Kesehatan menjadi Undang-undang (UU).
Ketua PPNI Harif Fadhillah mengatakan, ada agenda pertemuan yang akan dilakukan dengan kedua partai tersebut.
"Ya memang dua partai tersebut ada agenda untuk bertemu dengan kami untuk mungkin membicarakan hal-hal lanjutan terhadap implementasi Undang-Undang ini atau judicial review atau bagaimana lah nanti kita diskusikan," kata Harif, saat dihubungi, Rabu (12/7/2023).
![Ketua Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhillah dalam aksi demonstrasi di depan gedung DPR, Selasa (11/7/2023).](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/harif-fadhillah-dalam-aksi-demonstrasi-123.jpg)
Harif menjelaskan, pertemuan akan dilakukan pihaknya dengan beberapa Fraksi partai lain di DPR yang juga mendukung RUU Kesehatan disahkan menjadi UU.
"Dan bukan hanya dua partai ini sebenarnya. Tetap pada beberapa partai-partai lain," jelasnya.
"Ya partai-partai lain, kan ada 9 fraksi tuh. Tapi yang sudah kita buka komunikasi dengan dua partai yang menolak itu," ucap Harif.
Sebelumnya, berikut alasan Fraksi Demokrat dan PKS menolak disahkannya RUU Kesehatan menjadi Undang-undang (UU).
Diketahui, DPR resmi mengesahkan RUU Kesehatan menjadi UU pada hari ini, Selasa (11/7/2023).
Dalam rapat tersebut, enam fraksi menyetujui RUU Kesehatan menjadi UU, yakni PDIP, Golkar, Gerindra, PKB, PAN, dan PPP.
Sementara, satu fraksi, yakni NasDem menerima dengan catatan. Kemudian dua fraksi, yakni Demokrat dan PKS menolak RUU Kesehatan menjadi UU.
![Suasana sidang Rapat Paripurna DPR RI ke-29 Masa Sidang V Tahun 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Dalam Rapat Paripurna tersebut, Pimpinan dan Anggota DPR RI mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan menjadi Undang-Undang (UU). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/sidang-paripurna-dpr-ri-sahkan-ruu-kesehatan-menjadi-uu_20230711_165153.jpg)
Partai Demokrat menolak disahkannya RUU Kesehatan karena menilai adanya indikasi pesanan dari luar yang ingin membangun bisnis kesehatan di Indonesia.
Hal tersebut didasari karena Indonesia memiliki potensi penduduk keempat terbesar di dunia.
"Undang-undang ini terindikasi pesanan dari para pihak yang ingin membangun bisnis kesehatan di Indonesia, kenapa? Karena Indonesia memiliki potensi penduduk keempat terbesar di dunia," kata Legislator Demokrat Komisi III, Santoso saat ditemui di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa.
"Undang-undang ini memberikan peluang yang cukup besar terhadap masuknya usaha-usaha di bidang kesehatan dari luar negeri. Ini yang menjadi dasar kita agar undang-undang kini tetap kita tolak," jelasnya.
Selain itu, Santoso juga menyinggung mengenai Mandatory Spending.
"Tentang mandatori spending dimana Undang-undang existing itu mengisyaratkan anggaran kesehatan 10 persen tapi ternyata itu dihapus. Sekarang yang 10 persen saja masih banyak rakyat yang tidak bisa berobat," kata Santoso.
"Bagaimana kalau itu dihapus? Kemudian bahwa organisasi profesi dalam RUU Kesehatan ini ditiadakan. Sementara Undang-undang existing yang ada, ada Undang-undang Keperawatan, Kebidanan, itu akan dihilangkan," imbuhnya.
![Massa pengunjuk rasa dari tenaga medis dan kesehatan melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/7/2023). Mereka menuntut DPR RI untuk menunda pembahasan RUU Kesehatan dalam Omnibus Law saat Sidang Paripurna DPR RI karena dianggap akan merugikan tenaga kesehatan. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/aksi-unjuk-rasa-tenaga-medis-tolak-ruu-kesehatan-omnibus-law_20230711_155743.jpg)
Sebelumnya, Perwakilan dari Fraksi PKS, Netty Prasetiyani sekaligus Anggota Komisi IX DPR menyampaikan beberapa pertimbangan mengenai alasan PKS menolak RUU Kesehatan disahkan sebagai Undang-undang.
Netty menyampaikan, bahwa proses penyusunan Undang-undang RUU Kesehatan ini merupakan bentuk preseden yang kurang baik bagi proses legislasi ke depan.
"Karena pembahasan yang terkesan tergesa-gesa ini juga mengakibatkan tidak tercapainya meaningfull participation," ungkapnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Selasa.
Fraksi PKS juga mempertimbangkan beberapa catatan dari Bappenas yang menyebutkan bahwa ada sembilan dari sepuluh prioritas kesehatan yang tidak tercapai.
Hal tersebut termasuk angka stunting di Indonesia yang masih tinggi, yakni berada di angka 21 persen.
Kemudian juga angka kematian ibu dan bayi yang juga masih menjadi masalah nasional di Indonesia.
"Oleh karena itu, Fraksi PKS bependapat ditiadakannya pengaturan alokasi wajib anggaran Mandatory Spending kesehatan dalam RUU Kesehatan merupakan sebuah kemunduruan bagi upaya menjaga kesehatan masyarakat Indonesia," kata Netty.
Baca juga: RUU Kesehatan Disahkan DPR, Kamhar Demokrat: Negara Abaikan Hak-hak Dasar Warga Negara
Disebutkan, dalam Undang-undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 sebelumnya, mengatur alokasi dana pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebesar masing-masing lima persen.
Kebutuhan dana kesehatan Indonesia sebagai negara berkembang justru meningkat dari wkatu ke waktu karena semakin kompleksnya masalah kesehatan di masa mendatang.
Fraksi PKS berpendapat, bahwa Mandatory Spending untuk menyediakan pembiayaan pelayanan kesehatan yang berkesinambungan dengan ketersediaan jumlah anggaran yang cukup.
"Dengan adanya Mandatory Spending, maka jaminan anggaran kesehatan dapat teralokasi secara adil dalam rangka menjamin peningkatan derajat kesehatan masyarakat," ucap Netty.
Oleh karena itu, Fraksi PKS memandang Mandatory Spending adalah ruh dan bagian terpenting dalam RUU Kesehatan.
Fraksi PKS menginginkan terwujudnya kesehatan murah, kerja murah bagi masyarakat Indonesia, sehingga aturan yang dihadirkan harus berpihak kepada masyarakat luas dan bukan kepada pemilik modal.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.