Berlatar Belakang Hakim, Hasbi Hasan Bakal Diperiksa Etik oleh KY usai Jadi Tersangka Suap
KY bakal melakukan pemeriksaan etik terhadap Hasbi Hasan usai ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK dalam kasus suap perkara di MA.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Komisi Yudisial (KY) bakal melakukan pemeriksaan etik terhadap Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Hasbi Hasan, usai ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA.
Hal tersebut bakal dilakukan lantaran meski Hasbi Hasan menjabat sebagai Sekretaris MA, namun yang bersangkutan memiliki latar belakang hakim.
"Terkait dengan tugas KY, sekalipun HH menjabat sebagai posisi struktural sebagai Sekretaris MA, tetapi yang bersangkutan menyandang status sebagai hakim."
"Dengan demikian, sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, KY akan melakukan pemeriksaan etik terhadap yang bersangkutan," kata Jubir KY, Miko Ginting, dalam keterangan tertulis, Kamis (13/7/2023).
Namun, Miko mengatakan pemeriksaan etik akan dilakukan usai penyelidikan oleh KPK telah selesai.
"Pemeriksaan etik ini akan dilakukan pada waktunya, dalam arti dengan menghormati dan memberikan ruang bagi KPK untuk bekerja," tuturnya.
Baca juga: Hasbi Hasan Ditahan, Diduga Terima Suap Rp 3 M dalam Pengurusan Perkara di MA
Berkaca dari kasus Hasbi Hasan, Miko mengungkapkan KY bersedia untuk berkontribusi dalam proses seleksi Sekretaris MA jika calon yang mendaftar berlatar belakang hakim.
Salah satu kontribusinya adalah ikut andil dalam proses penelusuran rekam jejak.
"Terkait dengan penguatan seleksi Sekretaris MA, pendekatan berbasis merit perlu sekali dilakukan. Salah satunya adalah dengan penelusuran rekam jejak terhadap calon."
"KY dapat berkontribusi dalam penelusuran rekam jejak ini, terutama apabila calonnya berlatar belakang hakim."
"KY yakin masukan yang diadopsi berdampak positif terhadap pemilihan calon yang berkualitas," kata Miko.
Tak hanya kontribusi dalam seleksi, KY juga bersedia untuk melakukan pengawasan terhadap Sekretaris MA jika yang terpilih berlatar belakang hakim.
Di sisi lain, jika Sekretaris MA bukan berlatar belakang seorang hakim, Miko menegaskan wewenagan berada di Badan Pengawasan MA.
"Sekalipun sama-sama berstatus unit kerja Eselon I dengan Sekretaris MA, peran pengawasan Badan Pengawasan MA perlu diperkuat, baik dari struktur, anggaran, maupun 'dukungan politis'," ujar Miko.
Baca juga: Praperadilan Ditolak, KPK Langsung Tancap Gas Panggil Hasbi Hasan Pekan Ini
Lebih lanjut, Miko menegaskan KY memiliki tujuan yang sama dengan MA yakni mewujudkan peradilan kredibel dan terpercaya bagi masyarakat.
"KY punya tujuan yang sama dengan MA dan harapan publik secara luas, yaitu agar peradilan kita kredibel dan terpercaya."
"KY siap untuk memberikan berbagai dukungan untuk tercapainya tujuan tersebut," tutup Miko.
Seperti diketahui, Hasbi Hasan telah ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan oleh KPK selama 20 hari ke depan mulai Rabu (12/7/2023) lalu.
Dalam kasus ini, Hasbi diduga sepakat dan menyetujui untuk mengawal dan mengurus kasasi perkara debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana, Heryanto.
Heryanto pun mengirimkan sejumlah uang kepada Mantan Komisaris Independen PT Wika Beton Tbk, Dadan Tri Yudianto.
"Sekitar periode Maret 2022 sampai dengan September 2022 terjadi transfer uang melalui rekening bank dari Heryanto ke Dadan sebanyak 7 kali dengan jumlah sekitar Rp11,2 miliar," kata Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK dikutip dari YouTube KPK RI.
Baca juga: KPK Dalami Pertemuan Hasbi Hasan dan Jaksa Dody Pasca-OTT Kasus MA
Dari uang Rp 11,2 miliar tersebut, Dadan kemudian membagi dan menyerahkannya pada Hasbi sesuai komitmen yang disepakati keduanya dengan besaran yang diterima Hasbi sejumlah sekitar Rp 3 miliar.
Atas perbuatannya, Hasbi Hasan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Ilham Rian Pratama)
Artikel lain terkait Kasus Suap di MA