Ziarah Kubur Syeikh Thahir Ibnu Asyur, Gus Mis Tingkatkan Hubungan Bilateral Indonesia-Tunisia
Ziarah kubur dilakukan pria yang akrab disapa Gus Mis itu menjadi soft diplomacy dimana membuka mata warga Tunisia.
Editor: Muhammad Zulfikar
Barokah lainnya, dulu orang Indonesia masuk Tunisia harus menunggu visa sampai tiga bulan. Diplomasi ziarah kubur ini kemudian membuat pengurusan visa menjadi seminggu dan sampai akhirnya bebas visa seperti sekarang.
Bukan itu saja. Kini, kuota beasiswa bagi pelajar Indonesia yang semula 30 orang di Universitas Zaytunah tambah menjadi 50 orang. Dan ke depan bakal bertambah lagi.
Diplomasi ziarah kubur yang dilakukan Gus Mis dan pelajar Tunisia terutama anak-anak PCI NU Tunisia kemudian fotonya viral dan kemudian menghiasai pemberitaan media Tunisia.
Baca juga: KBRI Tunisia Gelar Pelatihan Menjadi Cendekiawan Muslim untuk Mahasiswa Indonesia di Tunisia
Kembali Mengenang Bung Karno
Sejak saat itu Gus Mis banyak menerima undangan media dari televisi, online dan surat kabar. Inilah pintu masuk diplomasi Gus Mis mengingatkan kembali bagaimana peran penting Indonesia sebagai sahabat Tunisia.
Kehadiran Gus Mis membangkitkan kembali kenangan orang-orang tua di Tunisia tentang Bung Karno saat berkunjung ke Tunisia setelah kemerdekaannya tahun 1960. Mereka bercerita betapa senangnya saat didatangi dan disalami satu per satu oleh Bung Karno.
Di dalam banyak kesempatan wawancara dengan media, Gus Mis banyak mengenalkan Indonesia, Pancasila dan wajah Islam yang moderat.
Gus Mis lebih dikenal dan dijuluki media Tunisia bukan sebagai dubes atau rajul siyasi atau politikus, tapi rajul mustaqof, cendekiawan. Dia adalah sayyidul sufara atau penghulunya para dubes. Gus Mis tampil nyentrik, tanpa protokoler yang ruwet, tanpa pengawalan.
"Orang-orang Tunisia banyak terpelajar. Makanya saya ketika berbicara ke media, memposisikan sebagai cendekiawan. Karena mereka terpelajar dan terbuka untuk pemikiran," imbuhnya.
Tribun merasakan bagaimana warga Tunisia sangat mengenal Gus Mis. Tempo hari saat kelua imigrasi Bandara Tunisia, sejumlah warga mengajak Gus Mis mengobrol ringan.
Diakui Gus Mis, Tunisia yang bermazhab Maliki memang kurang akrab dengan tradisi ziarah kubur, beda dengan orang-orang di Indonesia yang mayoritas ahlus sunnah wal jamaah dan bermazhab Syafii.
Baca juga: Buku Menjadi Jembatan Diplomasi Indonesia dan Tunisia
Tapi fadilah ziarah kubur Thahir Ibnu Asyur memudahkan jalan diplomasi Indonesia bisa masuk dan merembes ke alam pikiran orang-orang Tunisia. Tak jarang Gus Mis diundang mengisi stadium generale di kampus-kampus di sana.
Nata Sutisna mahasiswa Indonesia, bercerita kepada Tribun dalam salah satu kesempatan Gus Mis menjadi pembicara saat pengenalan mahasiswa baru di salah satu kampus.
Inilah yang membuat dubes-dubes negara lain heran, kenapa bisa sebegitu terkenalnya dubes Indonesia di mata media Tunisia. Bahkan, salah satu dubes bingung sudah mengeluarkan banyak uang agar dikenal media tapi tak manjur. Kebalikannya dengan Gus Mis.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.