Doktor FKM UI Teliti Rumusan Kebijakan Asuransi Kesehatan Tambahan untuk Peserta JKN, Ini Sarannya
Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai 90,34 persen dari populasi atau 248,77 juta penduduk Indonesia.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, - Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) melaksanakan sidang terbuka promosi doktor atas nama Muh. Arief Rosyid Hasan.
Arief berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Rumusan Kebijakan Asuransi Kesehatan Tambahan untuk Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional dalam Memperkuat Peran sebagai Negara Kesejahteraan” dan lulus sebagai Doktor Ilmu Kesehatan Masyarakat dengan predikat cum laude.
Tercatat, penduduk yang sudah menjadi peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencapai 90,34 persen dari populasi atau 248,77 juta penduduk Indonesia.
Baca juga: 10 Tahun Program JKN, Bos YLKI Sentil Beda Perlakuan Pak Bambang Pasien BPJS Vs Non BPJS
Disertasi Arief berangkat dari permasalahan penggunaan JKN di Indonesia. Namun, program JKN masih dapat dikembangkan dan ditingkatkan kualitasnya.
Saat ini pun masih ada 25 juta rakyat Indonesia yang kesehatannya belum terjamin dengan JKN.
Selain itu, masih terdapat pula pelayanan kesehatan yang tidak dijamin dengan JKN. Hal ini membuat rakyat Indonesia masih harus menggunakan Asuransi Kesehatan Tambahan (AKT) dengan rata-rata pengeluaran out of pocket (OOP) mencapai Rp2,7 juta.
Persentase OOP di Indonesia masih melebihi batas rekomendasi WHO, yaitu tidak melebihi 20 persen dari total belanja kesehatan.
“Jumlah kepesertaan JKN merupakan hal yang penting, tapi yang perlu dipikirkan adalah bagaimana kepersertaan tersebut aktif sehingga prinsip gotong-royong dalam Pancasila bisa dilaksanakan dengan baik,” tutur Muh. Arief dikutip Rabu (19/7/2023).
Pembiayaan mandiri dan adanya pelayanan yang tidak dijamin oleh program JKN, memunculkan demand atau permintaan terhadap asuransi kesehatan tambahan (AKT).
Penelitian Arief membuktikan, demand untuk naik kelas kamar rawat inap meningkat dengan rata-rata kenaikan 509 persen setiap tahun dari 2019-2022. Kenaikan kelas rawat ini salah satu dari manfaat yang tidak dijamin oleh Program JKN yang menjadi peluang produk dari AKT.
“Asuransi Kesehatan Tambahan untuk peserta Jaminan Kesehatan Nasional menunjukkan bagaimana mekanisme pasar secara terkendali bersinergi dengan peran Negara dalam mewujudkan kesejahteraan. Bila dioptimalkan, maka sinergi ini akan hadir sebagai masa depan politik ekonomi kesehatan di Indonesia," kata pria yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Independen BSI ini.
Penelitian yang dilakukan Arief bertujuan untuk mendapat rumusan kebijakan AKT bagi peserta program JKN.
Penelitian yang menggunakan mix method kuantitatif dan kualitatif ini mendapat hasil bahwa responden yang menggunakan AKT memiliki karakteristik berpendidikan tinggi, dalam usia produktif, masyarakat urban, serta pengeluaran selain makan melebihi rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP).
AKT masih menjadi penjamin asuransi terbanyak yang digunakan untuk pelayanan rawat jalan dan rawat inap. Sedangkan, kombinasi antara JKN dan AKT masih menjadi opsi asuransi dengan pengguna paling sedikit.