Karakteristik Pemimpin Nasional Menentukan Eksistensi Maupun Kemunduran Suatu Negara
Faktor pemimpin dan karakteristik kepemimpinan sangat berpengaruh besar bahkan menentukan terhadap eksistensi dan keberhasilan suatu negara.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Erik S
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Siapapun kandidat calon presiden yang akan terpilih, tipologi atau karakteristik kepemimpin presiden baru nanti akan sangat berpengaruh besar, baik terhadap tata kelola pemerintahan dan negara, terhadap dinamika pembangunan nasional juga berpengaruh besar terhadap seluruh aspek kehidupan bangsa dan negara.
Ketua Umum Aliansi Kebangsaan, Pontjo Sutowo mengatakan, berdasarkan pengalaman selama ini di berbagai negara termasuk di Indonesia sendiri, faktor pemimpin dan karakteristik kepemimpinan sangat berpengaruh besar bahkan menentukan terhadap eksistensi dan keberhasilan suatu negara.
Baca juga: KPU Tidak Larang Bakal Calon Presiden Silaturahmi dengan Masyarakat
"Sebaliknya faktor kepemimpinan juga berpengaruh atas kemunduran bahkan juga kegagalan suatu negara," kata Pontjo saat Focus Group Discussion (FGD) Diskusi Serial Kebangsaan bertema 'Mencari Model Kepemimpinan Masa Depan yang digelar melalui Zoom Meeting, Jumat (28/7/2023).
Pontjo berpendapat, karakteristik kepemimpinan itu dapat dilihat dari sisi personality dalam arti luas yakni orientasi ideologis atau kecakapan tata kelola kenegaraan serta kecakapan manajerial dan juga dilihat dalam konteks sosial, budaya, ekonomi serta konteks politik di mana para pemimpin tersebut berada.
"Secara teoretis dan berdasarkan pengalaman empiris di berbagai negara, tersedia banyak tipologi kepemimpinan yang bisa dijadikan sebagai referensi pembanding untuk mengkaji dan mencari bagaimana model atau corak kepemimpinan bangsa dan negara yang cocok untuk Indonesia pada masa mendatang," katanya.
Pontjo mengutip ilmuwan politik dari Australia, Herbert Feith menyebut bahwa sejak awal kemerdekaan Indonesia hingga pertengahan tahun 1950-an, ada dua tipe kepemimpinan nasional di Indonesia. Pertama, tipe solidarity maker, dan kedua, tipe administrator.
Tipe yang pertama (solidarity maker) mempunyai kemampuan menggalang massa, memainkan simbol-simbol identitas untuk menggalang solidaritas. Tipe kepemimpinan ini terwakili dalam diri Presiden Soekarno dan para politisi pemimpin partai.
Tipe kedua (administrator) terwakili dalam diri Mohammad Hatta dan para ekonom-teknokrat, yang memiliki kecakapan teknis dan administratif yang diperlukan dalam menjalankan tata kelola pemerintahan.
Baca juga: Prabowo Dinilai Capres yang Punya Segudang Pengalaman dan Ikhlas Mengabdi untuk Rakyat
Tipe kepemimpinan solidarity maker dinilai tepat untuk mengelola masalah- masalah nation building, sedangkan tipe administrator dinilai tepat untuk mengelola masalah state building.
Dilihat dari konteks sekarang, dua tipe kepemimpinan ini mungkin hanya relevan untuk periode 1945 hingga akhir tahun 1950-an, sehingga mungkin juga sudah tidak relevan untuk konteks masa kini maupun untuk masa depan namun setidaknya ada beberapa catatan penting yang bisa diambil dari perpaduan dua tipe kepemimpinan pada kurun waktu tersebut.
Kemudian pascaorde Baru yang ditandai sebagai era reformasi, muncul tipologi kepemimpinan nasional model baru yang sering dinamakan bercorak transaksional dan transformasional. Namun penamaan ini sesungguhnya belum mampu menjelaskan secara mendalam karakteristik kepemimpinan model apa yang ada.
"Setidaknya dalam dua dekade terakhir, muncul fenomena kepemimpinan nasional model baru yang berasal dari partai politik sehingga partai politik kembali menjadi sumber kaderisasi dan rekrutmen kepemimpinan nasional," katanya.
Berdasarkan pengamatannya, tentang corak kepemimpinan yang berasal dari partai politik dalam dua dekade terakhir ini menunjukkan menonjolnya karakteristik kepemimpinan yang transaksional pragmatis namun kurang diimbangi dengan visi kebangsaan yang menjangkau ke masa depan.
"Padahal kita semua memahami bahwa persoalan bangsa dan negara pada masa depan akan jauh lebih kompleks dan rumit, dan karena itu membutuhkan suatu tipe kepemimpinan nasional baru yang mampu mengantisipasi, mampu beradaptasi, dan mampu mengatasi persoalan-persoalan masa depan tersebut," katanya.