Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kata Eks Pimpinan KPK soal Kasus Suap Kabasarnas: Mau Ditangani TNI atau KPK Monggo, Penting Diadili

Mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan dugaan kasus suap Kabasarnas harus diadili, Saut pun mempersilahkan KPK atau TNI yang mengadilinya.

Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Suci BangunDS
zoom-in Kata Eks Pimpinan KPK soal Kasus Suap Kabasarnas: Mau Ditangani TNI atau KPK Monggo, Penting Diadili
Kolase foto Tribunnews
Kabasarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi saat ini tersandung kasus korupsi di KPK. | Mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan dugaan kasus suap Kabasarnas harus diadili, Saut pun mempersilahkan KPK atau TNI yang mengadilinya. 

TRIBUNNEWS.COM - Kasus dugaan suap Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi kini berujung pada polemik antara KPK dan TNI.

Diketahui, TNI merasa keberatan karena KPK menetapkan Kabasarnas Marsdya Henri Alfiandi sebagai tersangka.

Pasalnya, Marsdya Henri Alfiandi merupakan anggota TNI, sehingga penetapan tersangka tersebut harus sesuai ketentuan Peradilan Militer.

Hal tersebut pun membuat Wakil Ketua KPK Johanis Tanak meminta maaf kepada Puspom TNI atas penetapan tersangka pada Marsdya Henri Alfiandi tersebut.

Kini publik pun ramai mempertanyakan siapa sebenarnya yang pantas untuk mengadili Marsdya Henri Alfiandi.

Apakah harus dengan Peradilan Militer melalui Puspom TNI, atau di Peradilan Umum oleh KPK.

Baca juga: Pengamat Nilai KPK Tak Salah Lakukan OTT Kabasarnas, Hanya Kurang Koordinasi dengan TNI

Wakil Ketua KPK Periode 2015-2019, Saut Situmorang, menegaskan sejak dahulu hingga sekarang prosedur OTT KPK tidak ada yang berubah.

Berita Rekomendasi

Selalu diawali peristiwa pidana yang dilaporkan masyarakat, kemudian didalami dan terjadi lagi.

Sehingga KPK kemudian melakukan operasi tangkap tangan (OTT) kepada pelaku peristiwa pidana tersebut.

Setelah dilakukan OTT, KPK hanya memiliki waktu 1 x 24 jam untuk memeriksa pihak yang terjaring OTT dan memastikan status hukum pihak yang diamankan.

Baca juga: Eks Penyidik Sayangkan Asep Guntur Mundur, Sebut KPK Butuh Sosoknya untuk Ungkap Kasus Suap Basarnas

"Dari dulu sampai sekarang itu tidak ada prosedur yang berbeda. Kalau OTT itu diawali oleh peristiwa pidana yang dilaporkan masyarakat kemudian didalami, dan terjadi lagi, sehingga terjadilah OTT."

"Enggak ada yang berbeda sebenarnya," kata Saut Situmorang dalam tayangan Program 'Sapa Indonesia Malam' Kompas TV, Minggu (30/7/2023).

Menurut Saut, perbedaan OTT ini paling hanya terletak pada style nya saja, karena aturan dalam KUHAP akan tetap sama

"Style nya yang berbeda. Kalau KUHAP nya enggak berbeda," imbuh Saut.

Baca juga: VIDEO Tak Salahkan Penyidik/Penyelidik soal OTT Basarnas, Alexander: Yang Khilaf Pimpinan KPK

Lebih lanjut, Saut menegaskan, dalam kasus dugaan suap Kabasarnas ini sudah jelas terjadi peristiwa pidana.

Saut pun mempersilakan apakah kasus ini ditangani KPK atau Puspom TNI.

Namun yang jelas, ketika ada seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi maka ia harus diadili.

"Sekarang itu peristiwa pidananya itu ada, mau ditangani KPK, mau ditangani TNI monggo silahkan. Yang penting ketika anda korupsi anda harus diadili," tegas Saut.

Kepala Basarnas, Marsdya Henri Alfiandi (kiri) jadi tersangka dugaan suap dan berujung mundurnya Dirdik KPK, Brigjen Asep Guntur Rahayu (kanan).
Kepala Basarnas, Marsdya Henri Alfiandi (kiri) jadi tersangka dugaan suap dan berujung mundurnya Dirdik KPK, Brigjen Asep Guntur Rahayu (kanan). (Kolase Tribunnews.com)

Baca juga: Surat Pegawai KPK Bela Dirdik Asep, Minta Tak Mundur hingga Haruskan Johanis Tanak Ralat Pernyataan

KPK Bergejolak Imbas Kasus Suap Kepala Basarnas

Di tengah polemik KPK dan TNI terkait kasus suap Kabasarnas, berembus kabar Brigjen Asep Guntur Rahayu mengundurkan diri dari jabatan Direktur Penyidikan KPK Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi.

Hal tersebut terungkap dari pesan WhatsApp yang beredar di kalangan wartawan.

Berikut isi pesan yang beredar di kalangan wartawan:

"Assalamualaikum selamat malam pimpinan dan bapak ibu sekalian Struktural KPK. Sehubungan dengan polemik terkait OTT di Basarnas dan hasil pertemuan dengan jajaran Pom TNI beserta PJU Mabes TNI. Dimana kesimpulanya dalam pelaksanaan OTT dan penetapan tersangka penyidik melakukan kekhilapan dan sudah di publikasikan di media.

Sebagai pertanggungjawaban saya selaku Direktur Penyidikan dan Plt Deputi Penindakan dengan ini saya mengajukan pengunduran diri. Karena itu bukti saya tidak mampu mengemban amanah sebagai Direktur Penyidikan dan Plt Deputi Penindakan. (surat resmi akan saya sampaikan hari senin).

Percayalah Bapak Ibu, apa yang saya dan rekan penyelidik, penyidik dan penuntut umum lakukan semata? Hanya dalam rangka penegakan hukum untuk memberantas korupsi."

Baca juga: Dugaan Korupsi di Basarnas, DPR Minta KPK-TNI Bersinergi Tuntaskan Kasus

Di tengah isu pengunduran diri Brigjen Asep, para pegawai di Kedeputian Penindakan KPK pun mengajukan protes lewat sebuah surat.

Dalam suratnya, mereka menuntut para pimpinan KPK meminta maaf kepada publik karena telah menyebut tim penyelidik khilaf dalam melakukan OTT terhadap oknum TNI aktif.

Adapun pernyataan itu disampaikan Wakil Ketua KPK Johanis Tanak.

Para pegawai KPK pun turut menuntut Johanis meralat pernyataannya dimaksud.

Tuntutan ketiga, para pegawai di Kedeputian Penindakan meminta pimpinan bertanggungjawab atas polemik yang terjadi dengan cara mengundurkan diri.

Mereka menuntut pimpinan KPK mengundurkan diri karena telah berlaku tidak profesional dan mencederai kepercayaan publik, lembaga KPK, maupun pegawai KPK.

Baca juga: KPK Dinilai Layak Proses Dugaan Korupsi Kabasarnas Melalui Peradilan Umum

Menyikapi gejolak tersebut, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menyatakan pihaknya tidak menyalahkan penyelidik, penyidik, hingga jaksa KPK terkait penanganan kasus tersebut.

"Saya tidak menyalahkan penyelidik atau penyidik maupun jaksa KPK. Mereka sudah bekerja sesuai dengan kapasitas dan tugasnya. Jika dianggap sebagai kekhilafan itu kekhilafan pimpinan," kata Alex dalam keterangannya, Sabtu (29/7/2023).

Alex menerangkan, dalam kegiatan tangkap tangan KPK memiliki dua alat bukti, keterangan para pihak yang tertangkap dan barang bukti berupa uang, serta bukti elektronik berupa rekaman penyadapan atau percakapan.

Dia pun mengutip Pasal 1 butir 14 KUHAP, di mana di sana dijelaskan bahwa pengertian tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

"Artinya dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Alex.

Baca juga: Usut Perkara Kepala Basarnas Berujung Mundurnya Dirdik KPK, Ini Kata Mantan Penyidik

Di sisi lain, Alex mengatakan, dalam gelar perkara yang dihadiri lengkap oleh penyelidik, penyidik penuntut umum, pimpinan dan juga diikuti penyidik dari Puspom TNI, tidak ada yang menolak atau keberatan untuk menetapkan lima orang sebagai tersangka, termasuk Henri Alfiandi dan Letkol Afri.

Kata dia, semua pihak diberi kesempatan berbicara untuk menyampaikan pendapatnya.

"Dalam ekspose juga disimpulkan untuk oknum TNI penanganannya akan diserahkan ke Puspom TNI," kata Alex.

Karena itu, dikatakan Alex, KPK tidak menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama anggota TNI, dalam hal ini Henri Alfiandi dan Letkol Afri.

"Secara substansi/materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. Secara administratif nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK," kata Alex.

Baca juga: Setara Institute Soroti Sikap KPK Ralat Penetapan Tersangka, Hendardi: Rusak Rasa Keadilan Publik

Sebelumnya KPK melakukan operasi tangkap tangan di wilayah Cilangkap dan Bekasi.

Dari 11 orang yang diamankan, lantas ditetapkan 5 orang sebagai tersangka dalam kasus suap proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas periode 2021-2023.

Kelima tersangka di antaranya Kabasarnas periode 2021-2023 Henri Alfiandi; Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas, Letkol Adm Afri Budi Cahyanto; Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati (MGCS) Mulsunadi Gunawan; Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati (IGK) Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama (KAU) Roni Aidil.

Marilya, Roni Aidil dan Mulsunadi sebagai pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, KPK menyerahkan proses hukum Henri Alfiandi dan Afri Budi selaku prajurit TNI kepada Puspom Mabes TNI. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 42 UU KPK jo Pasal 89 KUHAP.

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/ Gita/ Ilham)

Baca berita lainnya terkait KPK Tangkap Pejabat Basarnas.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas