Apa Arti Dissenting Opinion dalam Putusan Kasasi Ferdy Sambo di MA?
Putusan kasasi Ferdy Sambo cs di MA sempat diwarnai adanya dissenting opinion dari dua hakim. Dissenting opinion adalah perbedaan pendapat.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Hukuman Ferdy Sambo, terpidana kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, disunat oleh Mahkamah Agung (MA).
Melalui putusan kasasi, MA memperingan hukuman Ferdy Sambo dari vonis mati menjadi pidana seumur hidup.
Pengambilan putusan kasasi Ferdy Sambo rupanya sempat diwarnai adanya dissenting opinion di antara para hakim.
Total ada lima hakim yang mengadili Ferdy Sambo di mana dua di antara mereka menyatakan, dissenting opinion.
Kedua hakim tersebut sedianya ingin mantan Kadiv Propam itu tetap dihukum mati.
Baca juga: Vonis Kasasi Seumur Hidup Terhadap Ferdy Sambo Tidak Bulat, Dua Hakim Dissenting Opinion
Lantas, apa arti dissenting opinion?
Dissenting opinion adalah pendapat yang berbeda dengan apa yang diputuskan dan dikemukakan oleh satu atau lebih hakim yang memutus perkara.
Lebih jelasnya, dissenting opinion merupakan pendapat atau putusan yang ditulis oleh seorang hakim atau lebih yang tidak setuju dengan pendapat mayoritas majelis hakim yang mengadili suatu perkara.
Dissenting Opinion juga merupakan pendapat yang berbeda dengan apa yang diputuskan dan dikemukakan oleh satu atau lebih hakim yang memutus perkara, merupakan satu kesatuan dengan putusan itu, karena hakim itu kalah suara atau merupakan suara minoritas hakim dalam sebuah majelis hakim.
Ketua Pengadilan Agama Pelaihari, St Zubaidah dalam sebuah kolom menuliskan, sistem hukum Indonesia tergolong baru mengenal dan mempraktikkan dissenting opinion.
Sebab sebelumnya hal tersebut tidak dikenal dan tidak diatur dalam sistem hukum Indonesia.
Aturan tentang Dissenting Opinion baru muncul dalam pasal 19 UU No 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: 'Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.'
"Dengan demikian masalah Dissenting Opinion merupakan hal baru dalam perkembangan sistem hukum di Indonesia, yang tentunya merupakan langkah maju yang sangat berarti dalam sistem hukum Indonesia," tulis St Zubaidah, dikutip dari pa-marabahan.go.id.
Lebih lanjut, St Zubaidah menuliskan, majelis hakim yang menangani suatu perkara menurut kebiasaan dalam hukum acara berjumlah tiga orang.
Apabila dalam musyawarah menjelang pengambilan putusan terdapat perbedaan pendapat di antara ketiga anggota majelis hakim tersebut, maka putusan akan diambil dengan jalan voting atau putusan diambil dengan suara terbanyak.
Sementara bagi hakim anggota yang kalah suara dalam menentukan putusan, ia harus menerima pendapat mayoritas majelis hakim.
Ia juga dapat menuliskan pendapatnya yang berbeda dengan putusan.
Baca juga: Anggota Komisi III Sebut Keadilan Publik Terkoyak karena MA Anulir Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo
Adanya Dissenting Opinion, lanjut St Zubaidah, membuat masyarakat dapat mengetahui latar belakang lahirnya putusan.
Masyarakat juga dapat menilai kualitas hakim dari perbedaan pendapat tersebut, terutama untuk mengetahui hakim mana yang lebih mendengar rasa keadilan yang berkembang dalam masyarakat.
Dissenting Opinion merupakan pendapat/putusan yang ditulis oleh seorang hakim atau lebih yang tidak setuju (disagree) dengan pendapat mayoritas majelis hakim.
Menurut St Zubaidah, Dissenting Opinion merupakan wujud kebebasan hakim dalam menyampaikan pandangan yang berbeda terhadap suatu perkara.
Jika ada hakim Dissenting Opinion, maka hal tersebut bukan merupakan pelanggaran hukum lantaran kebebasan atau kemandirian hakim dijamin oleh hukum dan perundang-undangan.
Selanjutnya pendapat yang berbeda tersebut dipublikasikan sebab posisi Dissenting Opinion sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam putusan.
Hakim yang menyertakan Dissenting Opinion wajib menandatangani putusan hasil musyawarah majelis hakim sebagai putusan final.
Hal ini sebagai upaya untuk menunjukkan, penerapan Dissenting Opinion pada dasarnya tidak menyebabkan terjadinya perpecahan pandangan majelis hakim.
Artinya, putusan pengadilan hasil musyawarah hakim merupakan putusan final yang memiliki kekuatan mengikat.
Sementara Dissenting Opinion dapat dipandang sebagai bagian dari putusan yang timbul sebagai akibat dari upaya penemuan kebenaran materil.
Baca juga: 2 Hakim Ini Tak Setuju Vonis Mati Ferdy Sambo Berubah jadi Penjara Seumur Hidup, tapi Kalah Suara
Dissenting Opinion dalam Putusan Kasasi Ferdy Sambo
Diketahui, Ferdy Sambo diadili oleh lima Hakim MA yakni Hakim Agung Suhadi sebagai Ketua Majelis, bersama empat anggotanya yaitu Suharto, Jupriyadi, Desnayeti, dan Yohanes Priyana.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Sobandi mengatakan, dua dari lima hakim menyatakan dissenting opinion terkait hukuman mati Ferdy Sambo.
Kedua hakim itu adalah Jupriadi dan Desnayeti.
"Tadi yang melakukan dissenting opinion dalam perkara Ferdy Sambo ada dua orang, yaitu anggota majelis II Jupriadi dan anggota majelis III Desnayeti," kata Sobandi dalam konferensi pers, Selasa (8/8/2023) sore.
Sobandi juga mengatakan, Ferdy Sambo sudah bisa dieksekusi karena putusan kasasinya inkrah.
"Ini sudah berkekuatan hukum tetap. Sudah bisa langsung dieksekusi," kata dia.
Ia menjelaskan, upaya hukum biasa hanya sampai kasasi. Namun, Ferdy Sambo disebut bisa mengajukan peninjauan kembali (PK).
"Upaya hukum biasanya kan sampai kasasi. Tapi upaya hukum luar biasanya peninjuan kembali dimungkinkan sebagaimana syarat undang-undang," ucapnya.
Sobandi juga menjamin tidak ada intervensi dari pihak manapun saat MA menyunat hukuman bagi Ferdy Sambo.
"Kalau itu sudah pasti, hakim itu dijamin kemerdekaannya, kemandiriannya. Jadi tidak mungkin ada intervensi mereka memutuskan," ungkapnya.
Sidang kasasi para terdakwa digelar tertutup pada Selasa (8/8/2023) mulai pukul 13.00 hingga 17.00 WIB.
Selain itu, bukan hanya Ferdy Sambo saja yang mendapat keringanan hukuman dari MA.
Vonis tiga terpidana lain dalam kasus pembunuhan Brigadir J, juga dipotong oleh hakim di MA.
Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi akan menjalani pidana penjara selama 10 tahun dari sebelumnya 20 tahun.
Sementara hukuman asisten rumah tangga Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf 'dikorting' menjadi 10 tahun penjara dari 15 tahun.
Terakhir, ajudan Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal didiskon dari penjara 13 tahun menjadi 8 tahun.
(Tribunnews/Sri Juliati/Ibriza Fasti Ifhami/Rina Ayu)