Pengamat Sebut Pelaporan Dana Kampanye Jadi Isu Marjinal di Pemilu Sebab Tak Punya Substansi di UU
Pria kelahiran Sulawesi Utara itu lalu melanjutkan ihwal begitu rumitnya urusan dana kampanye, dalam hal audit.
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Hendra Gunawan
Belakangan ini terjadi polemik di masyarakat terkait kebijakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menghapus ketentuan pembukuan dan penyampaian Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye (LPSDK) dari Peraturan KPU (PKPU) untuk Pemilu 2024.
KPU berdalih LPSDK dihapus karena tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Sedangkan pada Pemilu 2019 lalu, sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 34 Tahun 2018 tentang Dana Kampanye Pemilu, setiap peserta Pemilu diwajibkan oleh KPU untuk menyampaikan LPSDK.
Kebijakan KPU yang menghapus kewajiban penyampaian laporan dana sumbangan kampanye memunculkan kritik sejumlah pihak, salah satunya Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang menilai penghapusan LPSDK membuat pengawasan dana kampanye menjadi sulit.
Padahal pelaporan sumbangan dana kampanye merupakan langkah yang sangat penting.
Hal ini dilakukan sebagai bagian implementasi transparansi kepada publik karena transparansi dana kampanye memungkinkan pemilih untuk membuat keputusan yang lebih baik tentang partai atau calon yang akan mereka dukung.
Foto: Pengamat politik sekaligus Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Indonesia Jeirry Sumampow dalam diskusi The Indonesian Forum Seri 98 yang diselenggarakan oleh The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII), di kawasan Jakarta Pusat (9/8/2023). (Mario Sumampow)