Jakarta Jadi Kota Besar Paling Tercemar Polusi Udara Nomor 2 di Dunia
Jakarta menjadi kota besar paling tercemar polusi udara nomor dua di dunia setelah Dubai.
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Anita K Wardhani
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Jakarta menjadi kota besar paling tercemar polusi udara nomor dua di dunia setelah Dubai.
Terpantau dalam situs IQair Jumat (11/8/2023) pagi, kualitas udara di ibu kota negara ini tidak sehat.
Kualitas udara di Jakarta berada diangka 171 AQI pada pukul 09.37 WIB.
Jakarta menjadi kota besar paling tercemar polusi udara nomor dua di dunia setelah Dubai.
Pada level ini, kualitas udara di Jakarta tidak sehat dan semua orang sangat disarankan menggunakan masker.
Diketahui bahwa konsentrasi PM2.5 di Jakarta 19 kali di atas panduan WHO.
Baca juga: Presiden Sebut Pindah Ibu Kota Solusi Polusi Udara, IDI: Polusi Bukan Hanya di Jakarta
PM2.5 adalah partikel padat polusi udara berukuran 36x lebih kecil dari diameter sebutir pasir.
PM2.5 sangat berbahaya karena bisa ikut terhirup saat kita bernapas dan terbawa hingga ke pembuluh darah.
Masalah polusi udara memang tidak hanya terjadi di Jakarta melainkan di berbagai wilayah dunia.
WHO saja menyatakan bahwa di sekitar 90 persen anak di dunia hidup dalam lingkungan yang kadar polusi udaranya melebihi ambang batas.
Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Prof Tjandra Yoga Aditama menuturkan, ada banyak dampak polusi udara pada kesehatan.
Seperti penyakit infeksi akut, seperti ISPA dalam bentuk radang tenggorok, bronkitis, maupun perburukan dari penyakit kronik.
Misalnya seseorang yang memang punya asma akan lebih mudah dapat serangan asma kambuh, begitu jiuga pasien PPOK (penyakit paru obstruktif kronik) akan lebih mungkin eksaserbasi akut.
"Jika polusi udara terjadi terus menerus selama bertahun-tahun berkepanjangan maka memang secara teoritis dapat saja menimbulkan penyakit paru kronik, tetapi kan kenyataannya polusi udara akan berfluktuasi, kadang-kadang buruk dan lalu membaik, jadi yang terjadi bukanlah dampak berkepanjangan," kata dia kepada Tribunnews.com, Jumat (11/8/2023).
Pemerintah pun diminta lakukan langkah konkret atas masalah polusi udara yang terus-menerus terjadi ini.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyinggung solusi polusi udara dengan pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) tidak tepat.
Pengkampanye polusi dan urban Walhi Nasional Abdul Ghofar, menuturkan,
masalah polusi udara di Jakarta tidak patut dijadikan legitimasi bahwa IKN masih dibutuhkan.
Lagipula, polusi udara tidak hanya terjadi di Jakarta.
"Saya kira harus berani menjawab yang subtansial. Apa desainnya untuk mengendalikan polusi udara baik di Jakarta, metropolitan area maupun di kota kota besar lain," kata Abdul Ghofar saat dihubungi Tribun, Kamis (10/8/2023).
Adapun solusi yang bisa dilakukan menurut Ghofar dimulai dari
mengidentifikasi secara lebih jelas tentang apa saja yang menjadi penyebab polusi udara.
Misalnya dari sektor transportasi bisa dilakukan uji emisi berkala.
"Transisi energi segera, misalnya. terus pengetatat baku mutu emisi, inventarisasi hutan tercemar, kajian komprehensif soal dampak polusi udara," tutur Ghofar.
Dari catatan Nafas.id, kualitas udara di Jakarta sudah darurat.
Kebijakan pemerintah pusat dan daerah belum menjawab kebutuhan warga negara untuk menghirup udara bersih.
Polusi udara yang masuk ke dalam kantor, bisa memengaruhi kinerja jangka pendek termasuk kinerja 80 persen lebih buruk
6 persen kehilangan produktivitas.
"Perbaikan kualitas udara di Jakarta bisa dilakukan. Jika masalah kualitas udara menjadi prioritas pemerintah untuk seluruh negara, seperti halnya di Beijing,"
ujar Co-founder Nafas Indonesia Piotr Jakubowski.
Permasalahan polusi udara tidak bisa ditangani oleh satu atau dua pihak saja, melainkan butuh kerja sama dari semua elemen, termasuk masyarakat.
Dokter paru dari RSUP Persahabatan Dr Erlina Burhan mengingatkan agar masyarakat untuk selalu mengenakan masker saat beraktivitas di luar ruangan.
"Kita sedang polusi udara berat maka harus pakai masker," kata dia.