Perpindahan Konsumsi ke Rokok Murah Rugikan Penerimaan dan Pengendalian Rokok
Fenomena peralihan konsumsi dari rokok golongan 1 yang mahal ke rokok golongan di bawahnya yang lebih murah dipercaya akan merugikan penerimaan negara
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Wahyu Aji
Secara khusus, Mukhaer juga menyoroti peralihan konsumsi rokok yang lebih banyak terjadi antargolongan pada jenis rokok yang sama dibandingkan dengan jenis rokok yang berbeda.
Dia mencontohkan, peralihan konsumsi rokok SKM dan SPM golongan I ke rokok SKM dan SPM golongan II yang kesenjangan tarifnya besar dan harganya lebih murah.
“Hal ini perlu diperhatikan, terutama bila perpindahan konsumsi rokok dalam satu jenis terjadi secara assif karena akan berpotensi mengurangi penerimaan CHT secara lebih signifikan. Selisih tarif ini bisa diatasi dengan dihapuskannya golongan. Penentuan cukai cukup berdasarkan jenisnya SKM, SKT, dan SPM," ungkapnya.
Direktur Segara Institute Piter Abdullah mengatakan selain penerimaan negara, fenomena downtrading juga merugikan dari sisi pengendalian tembakau mengingat fungsi cukai sebagai instrumen pengendalian konsumsi. Menurutnya, kebijakan cukai saat ini gagal menurunkan prevalensi perokok.
“Fenomena downtrading saat ini jangan dilihat hanya dari penurunan penerimaan. Konsumsi tetap, hanya saja masyarakat beralih dari rokok mahal ke rokok murah. Karena beralihnya cukainya juga turun, penerimaan juga turun.”
Piter berpendapat Pemerintah perlu membenahi struktur cukai saat ini. Perbedaan tarif cukai antargolongan seharusnya tidak terlalu besar agar benar-benar mempersempit pilihan para perokok.
Baca juga: Bukan Hanya Asap Rokok, Polusi Udara Bisa Picu Kanker Paru-Paru
Diferensiasi tarif antargolongan mendorong konsumen, terutama kelompok bawah yang sensitif terhadap harga, untuk memilih rokok yang lebih murah.
Dalam pelaksanaannya, perlu ada kebijakan lain yang mengimbangi kebijakan cukai untuk mengantisipasi peredaran rokok murah dan rokok ilegal yang semakin marak ke depannya.
"Yang jelas pemerintah harus konsisten dalam kebijakan dan melihat kondisi industrinya, jangan hanya mengejar cukainya saja. Harus tetap ada ruang untuk industri ini hidup dan tumbuh dan mengakui kontribusi industri rokok itu masih besar," katanya.