MK Tolak Uji Materi UU LLAJ, Hakim Sebut Pemohon Tak Punya Kedudukan Hukum
Mahkamah Konstitusi (MK) tolak pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) tolak pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
"Amar putusan mengadili menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK sekaligus Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan, di Gedung MK, Selasa (15/8/2023) hari ini.
Mahkamah menyatakan, Leon Maulana Mirza Pasha selaku pemohon perkara ini, tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan uji materiil UU LLAJ.
Sebab, Mahkamah berpendapat, pemohon tidak dapat menjelaskan hubungan sebab-akibat antara anggapan dan kerugian atas berlakunya norma UU LLAJ yang digugat.
"Menimbang bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum di atas berkenaan dengan kedudukan hukum pemohon, oleh karena pemohon tidak dapat menjelaskan adanya hubungan kausalitas antara anggapan dan kerugian hak konstitusional dengan berlakunya norma yang dimohonkan pengujian, mahkamah berpendapat pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo," ucap hakim konstitusi.
"Andai pun pemohon memiliki kedudukan hukum, quod non, permohonan pemohon adalah kabur," lanjutnya.
Sehingga, Mahkamah juga menyatakan, tidak akan menindaklanjuti permohonan pemohon perkara nomor 73/PUU-XXI/2023 ini.
Baca juga: Fraksi Partai Demokrat Telusuri Hambatan Pembahasan RUU LLAJ
Adapun dalam petitumnya, pemohon menyatakan Pasal 288 ayat (1) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang LLAJ bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai 'setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang
tidak dilengkapi dengan surat tanda nomor kendaraan bermotor atau
surat tanda coba kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana, prasarana LLAJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (5) huruf b dipidana dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau denda paling banyak Rp500.000,00'.