Kuasa Hukum Laskda Kresno Buntoro Harap MK Segera Register Permohonan Soal Usia Pensiun Prajurit TNI
Pihak Laksda Kresno Buntoro berharap MK segera meregister permohonan uji materi UU TNI terkait batas usia pensiun prajurit TNI.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Laksda Kresno Buntoro, Viktor Santoso Tandiasa, berharap Mahkamah Konstitusi (MK) segera meregister permohonan yang diajukan kliennya terkait pengujian pasal 53 Undang-Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI khususnya menyangkut batas usia pensiun prajurit TNI.
Ia berharap permohonan tersebut dapat segera diregister agar dapat segera mengetahui jadwal sidang.
"Sampai sekarang belum diregistrasi. Saya lihat sih tampaknya sudah lewat relatif lama. Biasanya kan nggak sampai seminggu sudah diregistrasi, tapi ini belum diregistrasi. Jadi kalau belum diregistrasi maka belum ada hitungan hari untuk wajib disidangkan pertama," kata dia ketika dihubungi pada Jumat (18/8/2023) siang.
"Kalau sudah diregistrasi kan 14 hari wajib disidangkan. Kalau sekarang belum. Jadi kami juga berharap MK bisa segera meregistrasi," sambung dia.
Viktor mengatakan permohonan tersebut telah didaftarkan secara daring pada 10 Agustus 2023 dan secara luring pada 14 Agustus 2023.
Baca juga: Revisi UU TNI Dikhawatirkan Munculkan Kembali Konflik antara Masyarakat dengan Militer
Sedangkan surat kuasa diberikan Kresno beserta dua prajurit TNI aktif dan tiga purnawirawan TNI kepadanya pads tanggal 27 Juli 2023.
Viktor mengatakan permohonan tersebut di antaranya diajukan dengan mempertimbangkan putusan MK sebelumnya atas gugatan serupa terkait usia pensiun TNI atas nama Euis Kurniasih dan kawan-kawan yang telah ditolak.
Permohonan tersebut sebelumnya ditolak MK di antaranya karena urusan tersebut dinilai merupakan kewenangan pembentuk Undang-Undang atau Pemerintah dan DPR (Open Legal Policy).
Ia menilai, saat ini belum ada political will dari pembentuk Undang-Undang untuk membahas hal tersebut.
Baca juga: Pengamat Sebut Revisi UU TNI Justru Berpotensi Timbulkan Problematika Baru
"Seperti perkembangan yang terjadi itu kan sampai saat ini bahkan belum ada pembahasan tentang revisi UU TNI di DPR nya. Sementara dari TNI tentunya sejak putusan itu sudah merekomendasikan pasti. Cuma karena tidak adanya political will dari pembentuk UU ya kita mengajukan permohonan ini," kata Viktor.
Selain itu, kata Viktor, permohonan tersebut juga diajukan dengan pertimbangan adanya perkembangan-perkembangan baru dalam putusan Mahkamah Konstitusi.
Terkait hal itu, ia mencontohkan dikabulkannya permohonan Nurul Ghufron terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dari empat tahun menjadi lima tahun.
"Di sisi lain sudah ada perkembangan-perkembangan yang terjadi di MK. Contoh kayak kasusnya perkara 112 Nurul Ghufron. Itu kan seharusnya open legal policy, tapi MK mengambil peran itu," kata dia.
Selain itu, kata Viktor, pihaknya juga mempertimbangkan pandangan berbeda atau dissenting opinion dari empat hakim MK terkait permohonan pengujian Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI yang diajukan Euis dan kawan-kawan.
Meski sejalan dengan pandangan empat hakim yang mengajukan dissenting opinion tersebut, kata dia, pihaknya tidak secara utuh sependapat dengan pandangan tersebut.
"Misalnya, hakim itu mengatakan ya sudah disamakan dengan Polri, tapi kalau kita tidak setuju dengan itu. Kita berpendapat bahkan Polri pun harusnya disamakan saja semua 60 (tahun), biar nggak ada perbedaan," kata dia.
"Karena kalau kita melihat UU Polri sebenarnya masih ada diskriminasi juga. Misalnya seluruh anggota Polri diberhentikan di usia 58, tapi dapat diperpanjang ke 60 (tahun) kalau punya keahlian tertentu. Keahlian tertentu itu kan menjadi subjektif akhirnya penilaiannya. Artinya ada yang bisa di 60 (tahun) kan, ada yang tetap 58 (tahun), tanpa ada ukuran yang jelas keahlian seperti apa," sambung dia.
Berikut ini poin-poin petitum permohonan yang disampaikan Viktor.
Berdasarkan seluruh uraian-uraian sebagaimana disebutkan di atas, PARA PEMOHON memohon kepada Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa dan mengadili permohonan ini untuk berkenan memutuskan:
1. Mengabulkan permohonan PARA PEMOHON untuk seluruhnya.
2. Menyatakan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4439) bertentangan secara bersyarat (Conditionally Unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun.”
Atau,
Menyatakan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4439) bertentangan secara bersyarat (Conditionally Unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 60 (enam puluh) tahun bagi perwira dan 58 (lima puluh delapan) tahun bagi bintara dan tamtama”.
Atau
Menyatakan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4439) bertentangan secara bersyarat (Conditionally Unconstitutional) dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai: dapat diperpanjang sampai dengan usia 60 (enam puluh) tahun bagi seluruh Perwira dalam Dinas Keprajuritan Tentara Nasional Indonesia sepanjang masih dibutuhkan untuk kepentingan Pertahanan Negara.
3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Atau, apabila Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).