Guru SMP di Lamongan Gunduli Siswa karena Jilbabnya Tak Pakai Ciput, Jelang Bubaran Sekolah
Seorang guru di Lamongan menggunduli beberapa siswa perempuannya karena kedapatan tidak mengenakan ciput atau dalaman penutup rambut pada kerudungnya.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Banyak cara dilakukan para guru di sekolah untuk mendisiplinkan anak didiknya agar selalu taat pada peraturan sekolah demi tercipta suasana tertib selama proses belajar-mengajar.
Seperti terjadi di sebuah SMP Negeri di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, seorang guru memutuskan menggunduli beberapa siswa perempuan di sekolahnya karena kedapatan tidak mengenakan ciput atau dalaman penutup rambut pada kerudung yang dipakainya.
Peristiwa tersebut terjadi di SMPN Sidodadi 1 Lamongan menjelang jam bubaran pulang sekolah.
Namun inisiatif sang guru mendisiplinkan siswi di sekolahnya itu dianggap sebagai orangtua murid keterlaluan dan memicu protes mereka ke pihak sekolah.
Sampai-sampai sang kepala sekolah menyampaikan permintaan maaf secara terbuka di depan para orangtua murid yang gusar.
Dikutip dari Tribun Jatim, aksi menggunduli siswa tersebut dilakukan oleh guru berinisial EN terhadap siswi kelas IX.
Dia mengambil langkah pintas saat melihat siswi muslim berjilbab tak mengenakan dalaman kerudung.
Sedikitnya ada 19 siswi kelas IX yang dia cukur sebagai hukumannya.
Kepala SMPN 1 Sukodadi Harto mengatakan, peristiwa tersebut berlangsung, Rabu (23/8/2023), ketika siswa kelas IX hendak beranjak pulang.
Menurut kepala sekolah, guru berinisial EN sudah memperingatkan mereka untuk mengenakan dalaman kerudung. "Memang benar, ada kejadian itu tanggal 23 Agustus 2023 kemarin saat siswa mau pulang, gara-gara tidak pakai ciput jilbab.
Entah terlalu sayang (kepada siswi) atau seperti apa, kemudian Bu EN melakukan itu (pembotakan). Hanya saja pakai alat (cukur) yang elektrik, makanya ada yang rambutnya hingga kena banyak," ujar Harto, ketika dihubungi, Senin (28/8/2023).
Beberapa orang siswi yang mendapat perlakuan tersebut, kemudian melapor kepada orangtua masing-masing.
Mediasi Sekolah dan Meminta Maaf
Guru EN akhirnya mendapat teguran dari pihak sekolah. Selanjutnya, didampingi Harto, guru EN berinisiatif mendatangi rumah para siswi untuk meminta maaf.
"Penuturan Bu EN itu ada sekitar 19 siswi (yang dibotaki). Kami datangi rumah mereka untuk minta maaf, tapi belum semuanya hari sudah malam, dilanjutkan mediasi di sekolah pada esok paginya," ucap Harto.
Baca juga: Perempuan di India Digunduli Kepalanya Gara-gara Kawin Lari dengan Kekasih
Proses mediasi dilakukan Kamis (24/8/2023). Harto mengungkapkan semua orangtua siswi yang menjadi korban pembotakan diundang ke sekolah.
Namun hanya 10 orangtua siswi yang hadir. Guru EN lantas menyampaikan permintaan maaf atas tindakannya.
Dia juga memberi penjelasan kepada orangtua siswi yang hadir dalam mediasi tersebut.
Baca juga: Murid SD di Buton Sulawesi Tenggara Trauma Karena Dihukum Guru Makan Sampah Plastik
"Sudah damai melalui mediasi pada tanggal 24 Agustus 2023 kemarin, orangtua siswi (korban pembotakan) menyadari perilaku anaknya serta apa yang telah dilakukan Bu EN dan mereka semua (para orangtua) menerima.
Tadi (hari ini) pembelajaran di sekolah juga sudah berlangsung normal seperti biasa, malah ada yang jadi petugas upacara," kata Harto.
Berakhir Kekeluargaan
Kepala Dinas Pendidikan Lamongan Munif Syarif membenarkan adanya kejadian tersebut. Munif mengungkapkan bahwa persoalan itu telah diselesaikan secara kekeluargaan melalui mediasi yang difasilitasi pihak sekolah.
"Sudah dilakukan mediasi, berakhir secara kekeluargaan. Pihak sekolah langsung menggelar mediasi itu sehari usai kejadian," kata dia.
Menurutnya, sekolah juga memberikan pendampingan psikologis pada para siswa.
"Pihak sekolah juga menyediakan psikiater untuk pendampingan bagi para siswi (yang sempat menjadi korban pembotakan)," tutur Munif.
Kasus serupa juga terjadi di tempat lain, beberapa waktu lalu. Sebuah kasus tindak kekerasan di sekolah kembali terjadi.
Seorang guru SMA diketapel orangtua murid hingga buta. Orangtua murid SMA itu membalas perbuatan sang guru kepada anaknya.
Kini, polisi ikut bertindak menangani kasus guru SMA diketapel orangtua murid hingga buta. Peristiwa ini terjadi di Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu, tepatnya di SMAN 7 Rejang Lebong.
Seorang guru bernama Zaharman (58), dikabarkan mengalami luka di bagian mata usai diketapel orangtua siswanya. Akibatnya, Zaharman menderita luka parah di dekat bagian mata.
Kejadian ini bermula saat orangtua siswa tidak terima anaknya dipukul Zaharman karena ketahuan merokok di lingkungan sekolah saat jam pelajaran.
Selain dianiaya, guru tersebut juga diancam menggunakan senjata tajam.
"Informasi yang kita terima seperti itu, tapi kita masih menunggu laporannya," kata Kapolsek PUT, Iptu Hengky Noprianto, Kamis (1/8/2023), melansir dari Kompas.com.
Saat ini kapolsek telah menurunkan personel ke sekolah guna mendapatkan keterangan terkait aksi penganiayaan tersebut.
Korban pun belum melapor karena masih dirawat di rumah sakit.
Apalagi menurut informasi terakhir, korban akan menjalani operasi karena luka parah didekat bagian mata. "Kita nanti upayakan korban buat laporan dulu, sekarang korban sedang dioperasi menurut informasi terakhir," jelas kapolsek.
Awalnya, Zaharman menindak PDM (16), muridnya yang sedang merokok di belakang sekolah saat jam sekolah.
Usai ditindak, PDM lantas berlari dan pulang ke rumahnya memanggil orangtua. Mendapati pengaduan dari sang anak, orangtuanya yakni Ar (45) langsung mendatangi sekolah.
Ar langsung masuk ke sekolah dan berkata kepada satpam jika anaknya dipukul oleh korban.
Kemudian satpam berusaha menahan atau melerai namun wali murid ini lantas mengeluarkan pisau dan ketapel. Setelah upaya paksa, orangtua siswa ini berhasil masuk ke sekolah dan bertemu dengan korban.
Dikutip dari Tribunnews, wali murid tersebut langsung mengarahkan ketapel kepada korban dan mengenai matanya.
Melihat mata korban mengeluarkan darah, wali murid itu panik dan berlari ke luar dari sekolah.
Kapolsek PUT, Iptu Hengky Noprianto mengaku sudah menerima laporan resmi soal dugaan penganiayaan yang dialami Zaharman.Awalnya, Zaharman menindak PDM (16), muridnya yang sedang merokok di belakang sekolah saat jam sekolah.
Usai ditindak, PDM lantas berlari dan pulang ke rumahnya memanggil orangtua. Mendapati pengaduan dari sang anak, orangtuanya yakni Ar (45) langsung mendatangi sekolah.
Ar langsung masuk ke sekolah dan berkata kepada satpam jika anaknya dipukul oleh korban.
Kemudian satpam berusaha menahan atau melerai namun wali murid ini lantas mengeluarkan pisau dan ketapel. Setelah upaya paksa, orangtua siswa ini berhasil masuk ke sekolah dan bertemu dengan korban.
Saat ini pihaknya akan melakukan pemeriksaan dan penyelidikan terkait laporan kasus penganiayaan ini. "Laporan sudah masuk, tentu akan kita tindaklanjuti dengan melakukan penyelidikan," kata kapolsek.
Terbaru, Zaharman kini dipastikan tidak bisa melihat. Zaharman harus menjalani operasi.
Bahkan bola mata yang sebelumnya masih bisa melihat dengan jelas terpaksa diangkat oleh dokter karena sudah hancur terkena ketapel.
Sementara bola mata sebelah kiri telah mengalami katarak. Saat ini Zaharman masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Ar Bunda Kota Lubuklinggau.
Kondisi terkini Zaharman ini diungkap anak kandungnya, Ilham Mubdi kepada TribunBengkulu.com.
"Kondisi ayah Alhamdulilah sekarang sudah sadarkan diri, tapi mata ayah saya sisa satu lagi. Dinyatakan cacat permanen mas karena hancur bola mata sebelah kanannya," ungkap Ilham sedih.
Ilham membenarkan bahwa operasi yang dilakukan di RS Ar Bunda itu adalah pengangkatan bola mata. Dari hasil pemeriksaan, luka yang dialami mata kanannya sangat berat sehingga sudah tidak berfungsi lagi.
Selain itu, ia juga mengaku bahwa ayahnya kemungkinan mengalami kebutaan permanen didua mata. Mengingat saat ini mata kiri ayahnya telah mengalami katarak.
"Mata kiri sudah kabur karena katarak, mata kanan ini yang normal sebelumnya, tapi sekarang kanannya sudah diangkat, jadi ada kemungkinan buta dua-duanya mas," beber Ilham.
Ilham sangat menyayangkan adanya perstiwa tersebut. Ia menceritahan bahwa orangtuanya adalah perantauan yang mendapatkan Surat Keputusan (SK) guru untuk bekerja di Padang Ulak Tanding (PUT).
Sang ayah aslinya berasal dari Padang Pariaman sedangkan sang ibu Erma Tati berasal dari Jambi. Kedua orangtuanya ini merantau dan bertemu di PUT dan menikah serta tinggal di sana hingga saat ini.
"Kita merantau mas, ayah dapat SKnya disini, dari tahun 91 kalau ayah. Kita sangat terpukul pas tahu kabar," lanjut Ilham.
Ilham menceritakan jika sang ayah juga menderita penyakit gula darah. Karena itu, ia sangat mengkhawatirkan luka yang diterima oleh ayahnya itu.
"Menderita gula darah, luka kecil saja bisa lama sembuhnya, apalagi luka seperti ini. Ini mas yang buat kita keluarga itu khawatir," ungkapnya.
Karena itu, Ilham berharap agar penegak hukum bisa menangkap dan menghukum pelaku seberat-beratnya. Karena memang diketahui pelaku ini kerap membuat masalah di lingkungan tersebut. Juga memang pelaku telah sering berurusan dengan hukum.
"Harapan kita aparat hukum bisa menghukum pelaku seberat-beratnya mas," ucap Ilham.
Sumber: Tribun Jatim
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.