Bukan Dihapus, Nadiem Tegaskan Syarat Skripsi agar Lulus Dikembalikan ke Perguruan Tinggi
Nadiem meluruskan soal informasi skripsi bukan lagi menjadi syarat kelulusan. Ia menegaskan kebijakan tersebut dikemablikan kepada perguruan tinggi.
Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim menegaskan, pihaknya tidak menghapus skripsi sebagai syarat untuk lulus namun kebijakan tersebut dikembalikan ke perguruan tinggi masing-masing.
Hal ini disampaikannya saat rapat kerja (Raker) bersama Komisi X DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta pada Rabu (30/8/2023).
Penegasan ini, kata Nadiem, menjawab persepsi publik yang menilai pernyataannya saat pemaparan di acara Merdeka Belajar Episode 26 pada Selasa (29/8/2023) kemarin bahwa skripsi dihapus dan tidak menjadi syarat kelulusan lagi.
"Jadi saya ingin menekankan lagi biar tidak salah persepsi, dimana headline di media bahwa Kemendikbudristek sudah tidak mengadakan kewajiban skripsi. Saya mau mengklarifikasi, jangan keburu senang dulu karena kebijakannya itu keputusan itu dilempar ke perguruan tinggi," katanya dikutip dari YouTube Komisi X DPR RI.
Nadiem mengatakan kini, tiap prodi maupun fakultas memiliki kebebasan untuk menentukan syarat kelulusan bagi mahasiswanya.
Baca juga: Nadiem Sebut Mahasiswa Tak Wajib Buat Skripsi Lagi, Ini Aturan Baru agar Lulus
Sehingga, sambungnya, jika memang prodi maupun fakultas di masing-masing perguruan tinggi masih menjadikan skripsi sebagai syarat kelulusan, maka diperbolehkan.
"Jadi jangan lupa, informasinya nanti ada headline di media 'Mas Menteri menghilangkan skripsi', 'Mas menteri (menyebut) tidak boleh (skripsi) mencetak di jurnal juga'."
"Yang kita lakukan adalah hak itu dipindah ke perguruan tinggi," jelasnya.
Nadiem turut menjelaskan syarat kelulusan bagi mahasiswa magister maupun doktor di mana tidak harus berupa disertasi maupun tesis.
Namun, kepala prodi dapat menentukan tugas akhir dalam bentuk lain seperti project atau lainnya.
Selain itu, Nadiem juga angkat bicara terkait disertasi maupun tesis tidak wajib diterbitkan di jurnal ilmiah terakreditasi atau jurnal internasional bereputasi.
Ia membantah bahwa kebijakan tersebut akan menurunkan kualitas lulusan magister maupun doktor di Indonesia.
"Sama dengan jurnal, kami juga dapat banyak masukan, ini bagaimana? Nanti menurunkan kualitas doktorat kita. Tidak sama sekali, di negara-negara termaju dengan riset terhebat di dunia itu keputusan perguruan tinggi bukan keputusannya pemerintah," pungkasnya.
Penjelasan Lengkap Nadiem soal Skripsi Tak Wajib Jadi Syarat Kelulusan
Sebelumnya, Nadiem menerbitkan aturan terkait standar kelulusan baru bagi mahasiswa S1 atau D4 lewat Peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi.
Hal ini diumumkan Nadiem melalui seminar bertajuk Merdeka Belajar Episode 26: Transformasi Standar Nasional dan Akreditasi Pendidikan Tinggi pada Selasa (29/8/2023).
Nadiem mengatakan, awalnya ada syarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu oleh pihak prodi, yakni sudah menerapkan kurikulum berbasis proyek ataupun bentuk lain yang sejenis.
Sementara, bagi prodi yang belum menjalani kurikulum berbasis proyek, mahasiswa dikenakan tugas akhir yang bukan bersifat skripsi.
Adapun tugas akhir yang dimaksud yaitu prototipe, proyek atau jenis lainnya.
Bahkan, Nadiem menyebut tugas akhir ini dapat dikerjakan secara individu maupun berkelompok.
"Tugas akhir bisa berbentuk macam-macam. Bisa berbentuk prototipe. Bisa berbentuk proyek, bisa berbentuk lainnya. Tidak hanya skripsi atau disertasi."
"Bukan berarti tidak bisa tesis atau disertasi, tetapi keputusan ini ada di masing-masing perguruan tinggi," ujarnya.
Nadiem mengatakan, kini standar capaian lulusan tidak dijabarkan secara rinci lagi dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Ia menjelaskan, seharusnya setiap kepala prodi punya kemerdekaan untuk menentukan bagaimana cara pihaknya mengukur standar capaian kelulusan mereka.
"Jadi sekarang, kompetensi ini tidak dijabarkan secara rinci lagi. Perguruan tinggi yang dapat merumuskan kompetensi sikap yang terintegrasi," kata Nadiem.
Lalu berkaca dari aturan sebelumnya, Nadiem menilai tidak relevan lagi untuk mahasiswa sarjana dan sarjana terapan untuk membuat skripsi.
Sementara mahasiswa magister wajib menerbitkan makalah di jurnal ilmiah terakreditasi, dan doktor wajib menerbitkan makalah di jurnal internasional bereputasi.
Baca juga: Skripsi Tak Wajib, Nadiem Sebut Kabar Gembira Banyak Perguruan Tinggi Negara Lain Sudah Berinovasi
Nadiem mengatakan ada berbagai cara untuk mahasiswa menunjukan kemampuan dan kompetensi kelulusannya.
"Bapak-bapak dan ibu-ibu di sini sudah mengetahui bahwa ini mulai aneh, kebijakan ini, legacy (sebelumnya) ini."
"Karena ada berbagai macam program, prodi, yang mungkin cara kita menunjukkan kemampuan kompetensinya dengan cara lain," ujarnya.
Lantas, Nadiem mencontohkan, kompetensi seseorang di bidang technical tidak lantas tepat diukur dengan penulisan karya ilmiah.
Dirinya mengatakan pihaknya merespons dengan perbaikan Standar Nasional Pendidikan Tinggi dengan sifat kerangka.
Nadiem berharap dengan adanya aturan ini, tiap prodi dapat lebih leluasa menentukan syarat kompetensi lulusan lewat skripsi atau bentuk lainnya.
"Dalam akademik juga sama. Misalnya kemampuan orang dalam konservasi lingkungan, apakah yang mau kita tes itu kemampuan mereka menulis atau skripsi secara scientific? Atau yang mau kita tes adalah kemampuan dia mengimplementasi project di lapangan?"
"Ini harusnya bukan Kemendikbudristek yang menentukan," katanya.
Perbandingan Aturan Lama dan Baru soal Standar Kompetensi Lulusan
Pada kesempatan yang sama, Nadiem turut menjabarkan terkait perbandingan aturan baru dan lama soal syarat kelulusan mahasiswa dalam Permendikbudristek ini dan berikut detailnya.
Aturan Baru soal Standar Kompentensi Lulusan
- Kompetensi tidak lagi dijabarkan secara rinci.
- Perguruan tinggi dapat merumuskan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terintegrasi.
- Tugas akhir dapat berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk lainnya, tidak hanya skripsi/tesis/disertasi.
- Jika program studi sarjana/sarjana terapan sudah menerapkan kurikulum berbasis proyek atau bentuk lain yang sejenis, maka tugas akhir dapat dihapus/tidak lagi bersifat wajib.
- Mahasiswa program magister/magister terapan/doktor/doktor terapan wajib diberikan tugas akhir namun tidak wajib diterbitkan di jurnal.
Aturan Lama soal Standar Kompetensi Lulusan
- Rumusan kompetensi sikap, pengetahuan umum, dan keterampilan umum dijabarkan terpisah dan secara rinci.
- Mahasiswa sarjana/sarjana terapan wajib membuat skripsi.
- Mahasiswa magister/magister terapan wajib menerbitkan makalah di jurnal ilmiah terakreditasi.
- Mahasiswa doktor/doktor terapan wajib menerbitkan makalah di jurnal internasional bereputasi.
Selain itu, Nadiem juga menyebut ada tiga dampak positif terkait aturan baru ini yaitu:
1. Program studi (prodi) dapat menentukan bentuk tugas akhir.
2. Menghilangkan kewajiban tugas akhir pada banyak program studi sarjana/sarjana terapan.
3. Mendorong perguruan tinggi menjalankan Kampus Merdeka dan berbagai inovasi pelaksanaan Tridharma.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)