Hasil Kajian Capai Rp2 Triliun, ICW Minta Polri Minta Pembelian Gas Air Mata
Peneliti ICW Wanna Alamsyah menyebut pihaknya telah mengirim surat permohonan informasi terkait pembelian gas air mata kepada Divisi Humas Polri
Penulis: Abdi Ryanda Shakti
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Abdi Ryanda Shakti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) melakukan kajian bersama Trend Asia dan menemukan nilai kontrak pembelian gas air mata sejak 2013-2022 oleh Polri mencapai Rp2,01 triliun.
Terkait itu, ICW sendiri mendatangi Mabes Polri dengan meminta Polri membuka data pembelian gas air mata tersebut.
Peneliti ICW Wanna Alamsyah menyebut pihaknya telah mengirim surat permohonan informasi terkait pembelian gas air mata kepada Divisi Humas Polri.
Surat tersebut telah diterima dan teregistrasi dengan Nomor: 297/SK/BP/ICW/VIII/2023 tertanggal 30 Agustus 2023.
"Hasil kajian kami dan Trend Asia menemukan bahwa sejak tahun 2013 hingga 2022 pembelian gas air mata oleh kepolisian ada sebanyak 45 kegiatan dengan nilai kontrak sebesar Rp2,01 triliun," kata Wanna kepada wartawan, Rabu (30/8/2023).
Masih merujuk dalam kajian tersebut, anggaran triliunan rupiah itu digunakan untuk belanjakan 868 ribu amunisi, 36 ribu pelontar, dan 17 unit drone.
Baca juga: 5 Fakta Kericuhan Warga dengan Polisi di Dago Bandung: Kronologi hingga Ada Lemparan Gas Air Mata
Namun, dokumen terkait pembelian perlengkapan tersebut tidak pernah dipublikasikan oleh Polri.
"Oleh sebab itu kami mendesak agar Polri melalui pejabat pengelola informasi dan dokumentasi segera membuka kontrak pembelian gas air mata ke publik sesuai dengan mandat Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021," ungkapnya.
Terlebih, Wanna menilai penggunaan gas air mata kerap digunakan anggota Polri secara berlebihan sehingga menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Lebih lanjut, berdasarkan hasil kajian ICW dan Trend Asia, Wanna mengklaim ada sekitar 144 peristiwa penembakan gas air mata yang terjadi sepanjang tahun 2015-2022.
Wanna mengungkap salah satunya peristiwa tragedi Kanjuruhan yang menelan 135 korban jiwa. Kemudian yang terbaru yakni peristiwa di Dago Elos, Bandung, Jawa Barat.
"Kepolisian Republik Indonesia harus bertanggung jawab terhadap segala kasus penembakan gas air mata yang memakan korban jiwa. Kepolisian Republik Indonesia harus membuka informasi mengenai pengelolaan aset terkait gas air mata agar amunisi yang kadaluarsa tidak digunakan kembali," tukasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.