Kisah Yang Chil Seong alias Komaruddin, Dieksekusi Belanda karena Pengkhianatan Pribumi
Sosok Yang Chil Seong alias Komaruddin, pahlawan kemerdekaan Indonesia berdarah Korea Selatan yang ikut melawan pasukan Belanda.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Aktor Korea Selatan, Kim Bum, dipercaya memerankan pahlawan kemerdekaan Indonesia berdarah Korea Selatan, Yang Chil Seong, dalam film berjudul Tanah Air Kedua.
Kim Bum akan beradu akting dengan aktris Maudy Ayunda sebagai pasangan suami istri.
Sebagai informasi, Yang Chil Seong alias Komaruddin adalah pahlawan kemerdekaan Indonesia berdarah Korea Selatan yang berjuang di Garut, Jawa Barat.
Bupati Garut, Rudy Gunawan, membeberkan proses pembuatan film Tanah Air Kedua rencananya akan dimulai pada Oktober 2023 mendatang.
Ia juga mengatakan rencana pembuatan film ini mendapat apresiasi dari Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto.
Baca juga: Kim Bum Disebut akan Main di Film Tanah Air Kedua Bersama Maudy Ayunda, Ini Profilnya
"Proses pembuatan film akan dimulai Oktober tahun ini, ini dikerjakan langsung oleh EO international."
"Rencana ini juga diapresiasi oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto," kata Rudy saat dihubungi TribunJabar.id, Sabtu (26/8/2023).
Lantas, seperti apa profil dan kisah Yang Chil Seong?
Yang Chil Seong alias Komaruddin adalah pria asli Korea Selatan yang lahir di Wanjoo, Provinsi Jeolla Utara pada 29 Mei 1919.
Dikutip dari situs resmi KBS, ia dibawa secara paksa ke Indonesia pada 1942, saat Jepang menjajah Korea Selatan dan Indonesia di waktu yang bersamaan.
Kala itu, Yang Chil Seong dijadikan penjaga tawanan perang tentara sekutu di Bandung, Jawa Barat.
Meski Korea merdeka pada 1945, Yang Chil Seong lebih memilih menetap di Indonesia ketimbang pulang ke negaranya.
Ia yang berada di bawah pimpinan perwira Jepang, Masharo Aoki, sempat menjadi tawanan perang Pasukan Pangeran Papak (PPP) Wanaraja.
Yang Chil Seong dan pasukan Aoki lainnya ditangkap usai bentrok bersenjata dengan PPP yang dipimpin Mayor SM Kosasih di Bandung Selatan pada Maret 1946.
Meski berstatus tawanan perang, ia dan puluhan rekannya diperlakukan secara baik.