Imparsial dan PBHI Kembali Ingatkan Pentingnya Reformasi Peradilan Militer
Dalam diskusi kali ini. PBHI dan Imparsial kembali menyuarakan pentingnya reformasi peradilan militer.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) dan Imparsial menggelar diskusi bertajuk 'Advokat Militer: Dua Diksi Lucu untuk Perluasan Impunitas di Sadjoe Café and Resto, Jakarta Selatan, Kamis (31/8/2023).
Dalam diskusi kali ini. PBHI dan Imparsial kembali menyuarakan pentingnya reformasi peradilan militer.
Baca juga: Pengamat Singgung Revisi UU Peradilan Militer Buntut Dugaan Kasus Suap Eks Kabasarnas
Diskusi ini digelar sebagai respons atas penggerudukan Mapolrestabes Medan yang dilakukan oknum TNI Mayor Dedi Hasibuan dan anggotanya.
Forum diskusi ini menghadirkan sejumlah pembicara, antara lain advokat Peradi, Bahrain, dan Theo Reffelsen dari Public Interest Lawyer Network Indonesia.
Dalam forum tersebut, PBHI dan Imparsial juga merilis petisi revisi UU Peradilan Militer.
Aksi Mayor Dedi Hasibuan menggeruduk Mapolres dinilai bentuk dari tindakan obstruction of justice yang justru mendapat pembelaan dari Badan Pembinaan Hukum (Babinkum) TNI.
Bentuk pembelaan itu antara lain berupa dua pernyataan pihak Babinkum saat konferensi pers di Mabes TNI yang dianggap bermasalah dan menyesatkan publik.
Pernyataan pertama, bahwa kehadiran Mayor Dedi di Mapolrestabes Medan dengan kapasitasnya sebagai penasihat hukum tersangka dengan merujuk pada SEMA No. 02/1971.
Baca juga: Cerita Pilu Fauziah Diperas Oknum Paspampres yang Bunuh Imam Masykur, Memohon Anaknya Jangan Dipukul
Kedua, tersangka ARH yang diproses hukum Polrestabes Medan merupakan anggota keluarga TNI sehingga berhak mendapat pendampingan hukum didampingi anggota TNI sebagai kuasa hukumnya.
Pernyataan itu dinilai berbahaya karena yang memiliki kapasitas sebagai kuasa hukum dalam kasus tindak pidana umum telah diatur secara jelas hanya dimiliki oleh advokat tersumpah.
Seorang advokat anggota Peradi, Bahrain mengatakan, profesi advokat adalah orang-orang profesional tersumpah yang dipayungi UU 18/2003 tentang Advokat.
Selain tersumpah, kata Bahrain, UU Advokat sudah mengatur bahwa siapapun boleh menjadi advokat asal syarat-syaratnya terpenuhi. Yakni bukan pegawai negeri sipil atau pejabat.
"Dalam konteks ini, TNI tidak tepat ketika menjadi advokat karena TNI adalah pegawai negeri sipil," ujar Bahrain.
Menurut Bahrain, kegaduhan terkait militer aktif yang menjadi advokat sebagai akibat belum juga dilaksanakannya reformasi peradilan militer.
Baca juga: Jokowi soal Kasus Oknum Paspampres Aniaya Warga Sipil: Hormati Proses Hukum
Senada, Theo Reffelsen, dari Public Interest Lawyer Network Indonesia. Dia menyampaikan, mandat revisi UU 31/1997 yang mengatur hukum acara pidana militer sebagai salah satu agenda reformasi sektor keamanan sudah jelas diatur dalam TAP MPR VII/2000 dan UU TNI.
"Bahkan juga sudah diperintahkan oleh MK melalui Putusan Nomor 27/PUU-XIX/2021 agar pembentuk undang-undang (Pemerintah dan DPR) untuk segera merealisasikan reformasi undang-undang peradilan militer," tandasnya.