Program Peremajaan Rakyat Disebut Jadi Cara Bangun Industri Kelapa Sawit Indonesia Berkelanjutan
industri sawit memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapat ekspor negara, menjaga keseimbangan perdagangan dan mendorong penerimaan devisa
Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
Upaya peremajaan ini juga memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan lingkungan, dengan tujuan mengurangi degradasi lahan dan mendorong praktik pertanian yang ramah lingkungan.
Jika produktivitas dapat ditingkatkan, kesejahteraan petani kecil dapat meningkat secara otomatis melalui hasil panen yang lebih baik dan pendapatan yang lebih stabil.
"Program ini juga memberikan kontribusi pada upaya konservasi. Melalui peremajaan perkebunan yang sudah ada, program ini membantu meminimalisir tekanan untuk membuka lahan baru, yang pada akhirnya dapat berfungsi sebagai bentuk perlindungan terhadap risiko deforestasi," kata dia
Selain itu, Program PSR membuka peluang penggunaan teknologi pertanian canggih, dengan memperkenalkan varietas varietas kelapa sawit yang lebih unggul dan mengadopsi praktik Pertanian yang Baik (Good Agricultural Practice/GAP).
Baca Selanjutnya: Pola kemitraan dinilai bantu percepatan peremajaan sawit rakyat
Di luar wilayah perkebunan, Program PSR juga berpotensi mendorong perkembangan di pedesaan, dengan menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan peluang mata pencaharian di daerah yang sangat bergantung pada produksi minyak kelapa sawit.
“Pendekatan perbaikan produktivitas melalui peremajaan juga dipandang cukup efektif sebagai strategi yang efektif dalam pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia,” imbuhnya.
“Namun dalam praktiknya, pelaksanaan program PSR menghadapi beberapa tantangan, salah satunya berkaitan dengan pencapaian target yang telah ditetapkan. Selama periode tahun 2016 hingga 2022, realisasi subsidi dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) mencapai jumlah yang signifikan, yaitu Rp7,5 triliun," kata dia lagi
Dari alokasi dana subsidi tersebut, sejumlah rekomendasi teknis untuk program PSR sebanyak 278 ribu hektar telah dihasilkan, tetapi realisasi lapangan baru mencakup 2.73 ribu hektar.
Kritik terhadap pelaksanaan Program PSR ini juga datang dari anggota dari Komisi IV DPR RI Yohanis Fransiskus Lema. Kritik yang disampaikannya berfokus pada implementasi Program PSR yang semula ditargetkan untuk mencakup luasan 180 ribu hektar per tahun, dari total 540 ribu hektar dalam periode 2017-2023, namun belum sepenuhnya tercapai hingga saat ini.
Persoalan legalitas lahan ternyata paling krusial. Kepemilikan sertifikat hak milik masih minim, serta adanya indikasi masuk kawasan hutan, ataupun tumpang tindih kebun rakyat dengan HGU (Hak Guna Usaha) dan hak tanah lainnya.
Persoalan teknis lainnya meliputi pemilihan bibit yang tepat, pengelolaan lahan efisien, serta pengendalian hama dan penyakit. Pemilihan bibit yang baik penting untuk hasil optimal.
Pengelolaan lahan harus memperhatikan aspek pemupukan, irigasi, dan pemangkasan. Pengendalian hama dan penyakit juga penting untuk pertumbuhan tanaman yang sehat. Solusinya adalah meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani melalui pelatihan, pendampingan, dan dukungan teknis.
Pemerintah perlu memberikan bantuan finansial, pupuk, pestisida, dan obat-obatan untuk mendukung keberlanjutan. Program PSR juga harus mengawasi peredaran bibit berkualitas rendah atau terinfeksi. Dengan implementasi ini, program peremajaan sawit rakyat diharapkan berhasil memberikan manfaat maksimal bagi petani.
Selain soal target pelaksanaan yang belum sesuai, komitmen terhadap praktik berkelanjutan menjadi sangat penting untuk mencegah lebih lanjutnya kerusakan lingkungan.