VIDEO Soal Wacana Pilkada 2024 Dipercepat, Mendagri: Cukup Rasional Asalkan KPU Siap Mengerjakan
Tito Karnavian menjelaskan wacana dimajukannya Pilkada 2024 merupakan usulan dari banyak pihak, seperti partai politik, pengamat, hingga pemerintah
Penulis: Mario Christian Sumampow
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menilai usul dimajukannya jadwal Pilkada 2024 dari November menjadi September 2024 merupakan hal yang rasional.
Asalkan di satu sisi, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku lembaga penyelenggara siap memenuhi hal itu.
Hal itu disampaikan Tito Karnavian di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa (5/9/2023).
"Kami lihat itu cukup rasional sepanjang KPU siap untuk mengerjakan."
"Mereka merasa mampu, why not di bulan September dan kemudian akhir Desember (sengketa hasil Pilkada) selesai," kata Tito.
Tito Karnavian menjelaskan wacana dimajukannya Pilkada 2024 ini merupakan usulan dari banyak pihak, seperti partai politik, pengamat, hingga pemerintah.
Tujuannya adalah supaya terjadi keserentakan pelantikan kepala daerah yang nantinya tidak ada lagi jabatan yang kosong di tengah masa kepemimpinan lima tahunan itu.
Lebih lanjut, pemungutan suara pilkada serentak digelar di seluruh daerah sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Prinsip keserentakan itu juga dimaknai, pilkada, pilpres, dan pileg digelar secara bersamaan agar terjadi kesamaan masa jabatan.
Melihat konteks Pilkada 202, jika digelar pada November 2024, pelantikan para kepala daerah bisa mundur hingga Februari 2025.
Hitungan itu, dengan asumsi terjadi sengketa hasil pilkada yang umumnya bisa berjalan selama tiga bulan.
Jika Pilkada 2024 digelar September 2024, lanjut Tito, maka sengketa hasil pilkada bisa rampung pada Desember 2024 sehingga kepala daerah terpilih sudah bisa menjabat secara serentak pada awal Januari 2025.
"Filosofi dari UU Nomor 10 tahun 2016, pilkada serentak 552 daerah, 38 provinsi, 98 kota, 416 kabupaten itu serentak semua, pertama kali dalam sejarah bangsa Indonesia, serentak dilaksanakan dengan maksud di tahun yang sama dengan pemilihan presiden dan wakil presiden dan legislatif agar terjadi kesamaan masa jabatan," tuturnya.
Tito juga menuturkan ihwal prinsip keserentakan itu dianggap oleh sejumlah pihak efektif untuk mewujudkan rencana pembangunan jangka menengah lima tahun.
Tito lantas memberikan contoh, terdapat pembangunan di daerah yang tidak sejalan.
"Akibatnya, enggak sinkron, di lapangan ada yang bangun dermaga, kemudian di daerahnya gak membangun jalanan, siripnya," ujar dia.
"Kenapa? Jalannya tidak dibangun oleh bupati. Kenapa gak sinkron rencana pembangunannya? Maka akhirnya timbullah ide untuk masa jabatan presiden dengan gubernur, bupati, walkot itu tidak jauh beda. Sehingga ini paralel," tambahnya.
Wacana perubahan jadwal pilkada ini sudah digulirkan meskipun tak secara terang-benderang dinyatakan sebagai usul atau rencana.
Sebelumnya Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari pernah menyampaikan menyampaikan sejumlah alasan mengapa Pilkada 2024 dianggap lebih baik apabila dipercepat ke bulan September.
Ia menuturkan majunya jadwal ini sebagai bagian dari upaya mencapai keserentakan pelantikan kepala daerah pada Desember 2024 serta dalam hal terbentuknya pemerintah daerah dan legislatif daerah di tahun yang sama. (*)