Dinilai Tak Efektif Dorong Capaian EBT 2025, Revisi Permen PLTS Atap Perlu dikaji Ulang
PLTS Atap diharapkan sebagai salah satu program yang didorong untuk mengisi gap pencapaian target energi terbarukan sebesar 23% sampai tahun 2025.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Willem Jonata
Laporan Wartawan Tribunnews.com Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi Peraturan Menteri ESDM No.26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap hingga saat ini masih terus dibahas karena masih menyisakan beberapa masalah dari para stakeholder.
Sementara, PLTS Atap ini sangat diharapkan sebagai salah satu program yang didorong untuk mengisi gap pencapaian target energi terbarukan sebesar 23 persen sampai tahun 2025.
PLTS atap merupakan salah satu program yang didorong oleh pemerintah untuk mengisi gap pencapaian target bauran energi terbarukan dan menjadi solusi pemakaian energi terbarukan di perkotaan yang lahannya terbatas. PLTS atap memberikan peluang bagi seluruh masyarakat untuk turut berkontribusi di dalam pengembangan energi terbarukan.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral RI mengatakan, potensi PLTS Atap secara nasional mencapai 32,5 giga watt dari pelanggan golongan rumah tangga, industri, bisnis, sosial maupun pemerintah.
Baca juga: Manfaatkan Potensi Energi Surya di Indonesia, PLN Icon Plus Bangun 187 MWp PLTS Atap
"Kementerian ESDM menargetkan pembangunan PLTS atap secara bertahap sebesar 3,61 giga watt sampai dengan tahun 2025. Tahun 2023 ditargetkan pengembangan PLTS atap sebesar 500 megawatt dan tahun 2024 sebesar 1,8 giga watt”, ujar Ir. Yudo Dwinanda Priaadi, M.S., pada webinar bertema "Perubahan Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021, Mampukah Mendorong Capaian Energi Baru Terbarukan di Indonesia?" yang diselenggarakan Orbit Indonesia, Rabu (6/9/2023).
Namun, dia mengakui masih ada di lapangan ditemukan beberapa keluhan dari para stakeholder yakni pengaduan masyarakat terkait pembatasan kapasitas tercatat dan penerapan skema ekspor-impor yang belum sesuai regulasi yang ada; kekhawatiran dari pemegang IUPTLU terhadap sistem pencatat; kondisi jaringan tenaga listrik existing yang belum terpenuhinya tata waktu sesuai regulasi yang ada.
“Karenanya, untuk meningkatkan minat masyarakat memasang PLTS Atap dan meminimalkan dampak intermittency PLTS Atap terhadap sistem PLN, Kementerian ESDM tetap berupaya melakukan perbaikan terhadap regulasinya,” ucapnya.
Kepala Sub Direktorat Keteknikan dan Lingkungan Aneka EBT Kementerian EBT, Martha Relitha Sibarani mengatakan, meskipun peta jalan PLTS Atap ini sudah dibuat, namun sampai saat ini masih menunggu lagi masukan dari para stakeholder.
“Kami masih menunggu masukan atas peta jalan ini sebelum mengirimkan surat persetujuan dari Presiden,” tuturnya.
Dia mencontohkan terkait PLTU Pelabuhan Ratu dan Pacitan yang kapasitasnya besar.
Menurutnya, hubungan antara PLTU dengan PLTS Atap masih belum dibahas.
PLTU yang berada di Jawa ini, kita masih belum bahas mengingat daripada kapasitas PLTU yang akan pensiunkan cukup besar,” tukasnya.
Terkait kuota, Relitha menambahkan ada penugasan kepada PLN untuk membuat aplikasi supaya terjadi transparansi.